Internasional
Fakta! Ini Bisa Buat Krisis Energi China Lanjut, RI Untung?

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis energi yang terjadi diChina kali ini mendapatkan tantangan baru. Tantangan ini muncul dari langkah-langkah penguncian akibat merebaknya kembali Covid-19 di negara itu,
Mengutip AFP, salah satu provinsi yang dilaporkan terkena langkah penguncian ini adalah Mongolia Dalam. Provinsi ini merupakan pintu masuknya batu bara yang diimpor dari Mongolia, melalui Pelabuhan Ceke.
"Pelabuhan Ceke, pelabuhan darat terbesar ketiga di Mongolia Dalam dan pelabuhan utama untuk impor batu bara dari Mongolia, ditutup pada hari Rabu setelah diskusi di antara pejabat setempat," sebut laporkan media pemerintah Global Times, Rabu (20/10/2021), dikutip Jumat (22/10/2021).
Bukan cuma pelabuhan itu, transportasi angkutan jalan untuk batu bara melalui pelabuhan juga terpaksa berhenti. Mengutip media yang sama, tahun lalu sekitar 10,68 juta ton batu bara diimpor dari pelabuhan itu.
Pelabuhan Ceke adalah satu-satunya saluran perdagangan global di wilayah itu. Pelabuhan ini dioperasikan bersama oleh Mongolia Dalam bersama sejumlah provinsi lain yakni Gansu, Shaanxi, Qinghai dan Ningxia Hui.
Meski begitu, otoritas China dan Mongolia meyakinkan bahwa pasokan batu bara tidak akan menurun akibat hal ini. Pasalnya beberapa lokasi pengangkutan lainnya tetap dibuka dan Ulaanbaatar berjanji untuk meningkatkan pasokan batu baranya ke China hingga 50%.
"Pengaturan sedang dibuat oleh kedua belah pihak untuk meningkatkan ekspor batubara tahunan Mongolia ke China sebanyak 50% dari 32 juta ton saat ini," pungkas Duta Besar Mongolia untuk China Tuvshin Badral.
China sendiri baru-baru ini menemukan kluster Covid-19 yang cukup besar terkait wisatawan asal Shanghai di Xi'an, provinsi Gansu dan Mongolia Dalam. Tercatat, jumlah kasus dalam kluster itu mencapai level 20 infeksi dan sudah mulai memasuki wilayah ibukota Beijing.
Khusus Mongolia Dalam, ditemukan kasus di dua wilayah. Lima kasus di Ejin Banner dan tiga kasus di Erenhot.
Selain di Mongolia Dalam. sekitar 60% penerbangan ke dua bandara utama di Xi'an dan Lanzhou telah dibatalkan. Bagi warga yang ingin keluar dari wilayah itu diizinkan dengan menunjukkan tes Covid-19 negatif.
Sebelumnya, pengamat menyebut Indonesia bisa kebanjiran untung atas krisis energi yang dialami China dan banyak negara di dunia. Keuntungan tak cuma diperoleh kalangan dunia usaha namun juga pemerintah.
"Sebenarnya ada semacam "blessing in disguisse" dari krisis energi ini karena Indonesia mengambil keuntungan dari peningkatan harga komoditas dan peningkatan permintaan harga komoditas utama," ungkap Ekonom Center of Reformon Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet kepada CNBC Indonesia belum lama ini.
Dalam catatan Yusuf, sektor pertambangan bahkan sudah tumbuh 61% sepanjang Januari-Agustus 2021 dengan lonjakan terbesar dari komoditas batubara. Lebih tinggi dibandingkan dengan industri maupun pertanian.
"Kondisi ini juga yang ikut mendorong pertumbuhan ekspor di sepanjang 2021 ini," jelasnya.
Dampak lainnya adalah penerimaan negara. Khususnya pada kelompok bea keluar dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam (SDA).
"Beberapa pos penerimaan negara seperti bea keluar dan juga PNBP Minerba mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan, bea keluar tumbuh 891% pada Agustus, semetara pertumbuhan pertambangan minerba melonjak 87%," terang Yusuf.
Meski demikian, Yusuf mengingatkan bahwa keuntungan ini bisa berbalik jadi ancaman di waktu tertentu. Pemerintah diharapkan lebih antisipatif terhadap berbagai kemungkinan buruk yang muncul ke depannya.
"Dibalik keuntungan tersembunyi, ada risiko tersembunyi jika perekonomian China melambat akibat krisis energi," ujarnya
[Gambas:Video CNBC]
Ada Krisis Energi Eropa Hingga China, RI Cuan atau Buntung?
(sef/sef)