
Eropa-Singapura Krisis Pasokan Gas, RI Aman?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara di Eropa, khususnya Inggris, dan juga Singapura belakangan ini mengalami krisis pasokan gas. Meningkatnya permintaan energi akibat pemulihan ekonomi, namun tak disertai peningkatan pasokan, juga berdampak pada lonjakan harga gas. Imbasnya, negara-negara tersebut mengalami krisis energi.
Singapura sendiri disebut mengalami krisis pasokan gas, salah satunya karena alasan adanya gangguan impor gas dari Indonesia. Adanya gangguan impor gas dari pipa gas West Natuna RI dan rendahnya pasokan gas dari Sumatera Selatan disebut menjadi salah satu faktor penyebab krisis energi Singapura ini.
"Ada juga pembatasan gas alam perpipaan dari West Natuna (RI) dan rendahnya gas yang dipasok dari Sumsel," kata Otoritas Energi Singapura EMA, dikutip dari Channel News Asia, pada akhir pekan lalu.
Namun, hal ini ditepis oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno membenarkan sempat adanya gangguan ekspor gas dari RI. Namun saat ini, menurutnya seharusnya semua sudah kembali normal.
"Minggu lalu tidak ada operational disruption ya kecuali memang planned shutdown Jambi Merang untuk maintenance. (Tapi) beberapa waktu yang lalu ConocoPhillips memang ada gangguan cukup lama dari Mei sampai Agustus. Sekarang sudah back to normal," katanya menjawab pesan singkat, Senin (18/10/2021).
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi kebutuhan gas pipa ekspor sampai dengan September 2021 rata-rata 737,2 miliar British thermal unit per hari (BBTUD), lebih rendah dari terkontrak sekitar 765,76 BBTUD.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan, pada Oktober sampai Desember 2021 diproyeksikan kebutuhan ekspor gas pipa ke Singapura akan naik menjadi 850 BBTUD. Dengan demikian, perkiraan kebutuhan gas pipa yang diekspor ke Singapura pada 2021 ini akan naik rata-rata menjadi 765 BBTUD.
Arief mengatakan, rata-rata pasokan gas ke Singapura saat ini masih sesuai dengan kesepakatan kontrak yang ada antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Indonesia, baik di Sumatera maupun Natuna, dan pembeli Singapura.
"Perkiraan kebutuhan pembeli ekspor adalah berdasarkan angka MDQ (Maximum Daily Quantity) dikarenakan pembeli dapat melakukan nominasi hingga MDQ," ujarnya.
"SKK Migas bersama KKKS akan terus berusaha menjaga tingkat produksi gas dan memenuhi kebutuhan gas bumi sesuai kontrak," ucapnya.
Perlu diketahui, berdasarkan data BP Statistical Review 2021, konsumsi gas alam Singapura pada 2020 sekitar 1,22 miliar kaki kubik per hari (BCFD), naik tipis dari 2019 sekitar 1,21 BCFD.
Bila ekspor gas RI ke Singapura ini mencapai rata-rata 737,2 BBTUD, maka artinya sekitar 60% pasokan gas Singapura dipasok dari RI.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia sendiri? Apakah pasokan gas untuk kebutuhan domestik aman?
Berdasarkan data SKK Migas, realisasi penyaluran (lifting) gas hingga September 2021 rata-rata mencapai 5.481 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 97,2% dari target di APBN 2021 5.638 MMSCFD.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan, pasokan gas di dalam negeri sejauh ini masih aman, dan bahkan ada yang diekspor, baik menggunakan pipa maupun berupa gas alam cair (LNG).
Berikut realisasi pemanfaatan gas bumi vs kontrak 2021, hingga September 2021, berdasarkan data SKK Migas:
1. Industri 1.586,56 BBTUD vs kontrak 1.842,45 BBTUD
2. Kelistrikan 675,97 BBTUD vs kontrak 884,71 BBTUD
3. Pupuk 701,56 BBTUD vs kontrak 767,49 BBTUD
4. Lifting 166,69 BBTUD vs kontrak 170,65 BBTUD
5. BBG 3,81 BBTUD vs kontrak 9,23 BBTUD
6. City gas (jargas) 8,01 BBTUD vs kontrak 12,34 BBTUD
7. Domestik LNG 502,52 BBTUD vs kontrak 502,52 BBTUD
8. Domestik LPG 91,72 BBTUD vs kontrak 91,72 BBTUD
9. Ekspor gas pipa 737,17 BBTUD vs kontrak 765,76 BBTUD
10. Ekspor LNG 1.208,79 BBTUD vs kontrak 1.208,79 BBTUD.
Arief mengatakan, beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya selisih antara kontrak dan realisasi antara lain sebagai berikut:
- Terjadinya penghentian operasi yang direncanakan (planned shutdown) dan tidak direncanakan (unplanned shutdown) pada fasilitas hulu.
- Terjadinya perubahan perkiraan kemampuan pasok dari hulu.
- Kontrak gas bumi yang lebih besar dibandingkan dengan kemampuan pasok.
- Terjadinya planned shutdown pada fasilitas hilir.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jreng! Luhut Tiba-Tiba Sebut RI Bakal Setop Ekspor Gas
