Harga Migas to the Moon, Tahun Ini RI Bisa Raup Rp164 Triliun

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan penerimaan negara dari sektor migas bisa mencapai US$ 11,7 miliar atau sekitar Rp 163,8 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per dolar).
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko. Hal ini tak terlepas dari lonjakan harga minyak dan gas dunia saat ini.
Perkiraan ini artinya akan melampaui 65% dari target penerimaan negara yang dipatok sebesar US$ 7,28 miliar tahun ini.
"Kurang lebih US$ 12 billion lah, tepatnya US$ 11,7 billion ya," ucapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/10/2021).
SKK Migas mencatat, sampai September 2021 penerimaan negara di sektor hulu migas sudah mencapai US$ 9,53 miliar atau 131% dari target yang ditetapkan sebesar US$ 7,28 miliar.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan penerimaan negara mengalami pertumbuhan yang luar biasa karena dipicu lonjakan harga minyak dan juga efisiensi yang dilakukan.
"Penerimaan negara pertumbuhannya luar biasa, sebagai dampak dari harga minyak dunia dan efisiensi yang dilakukan. Penerimaan negara dari target US$ 7,28 miliar, kita sudah capai US$ 9,53 miliar atau 131% dari target satu tahun," paparnya.
"Tentu saja sampai dengan outlook satu tahun maka kita sudah dapatkan," lanjutnya.
Dia mengatakan, harga minyak mentah Indonesia (ICP) rata-rata selama 2021 ini tercatat telah mencapai sekitar US$ 70 per barel, jauh lebih tinggi dari asumsi ICP pada APBN 2021 sebesar US$ 45 per barel.
Dwi menyebut, harga ICP rata-rata pada September 2021 bahkan telah mencapai US$ 72,20 per barel, sementara harga Brent rata-rata US$ 74,88 per barel, dan WTI US$ 71,54 per barel.
Sementara gas, belum lama ini gas alam cair (LNG) yang dijual ke pasar spot berhasil menembus di harga US$ 27,5 per MMBTU.
Meski sempat naik tinggi, tapi harga minyak dunia bergerak turun pada perdagangan hari ini. Tidak hanya minyak, gas alam dan batu bara pun mengalami koreksi harga.
Pada Selasa (19/10/2021) pukul 07:32 WIB, harga minyak jenis Brent berada di US$ 84,19 per barel, turun 0,17% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sedangkan yang jenis light sweet harganya US$ 82,41 per barel, berkurang 0,04%.
Harga komoditas energi, yang merupakan bintang di pasar tahun ini, berjatuhan. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) anjlok 2,63%. Sementara harga gas alam di Henry Hub (Oklahoma, Amerika Serikat) ambles lebih dari 7% pada perdagangan kemarin.
Sepertinya investor mengeruk untung dari harga komoditas energi yang 'terbang' tinggi. Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga batu bara dan gas alam meroket masing-masing 195,65% dan 96,73%.
Harga minyak juga melesat, di mana Brent dan light sweet melonjak 62,68% dan 70,12% ytd.
Selain itu, ada sentimen yang tidak mendukung kenaikan harga si emas hitam. Pada September 2021, produksi industri AS turun 1,3% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month). Lebih dalam dibandingkan kontraksi Agustus 2021 yang sebesar 0,1% dan jauh dibandingkan ekspektasi pasar yang memperkirakan terjadi pertumbuhan 0,2%.
"Harga minyak sudah naik tinggi sekali. Namun data produksi industri yang lemah di AS membuat pasar mulai ragu apakah permintaan memang setinggi itu? Data di China juga ikut menambah kekhawatiran tersebut," tutur Phil Flynn, Analis Senior Price Futures Group, seperti dikutip dari Reuters.
[Gambas:Video CNBC]
Pasokan Gas RI Bakal Melimpah di 2030, Dijual ke Mana?
(wia)