Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan menteri luar negeri Amerika Serikat (AS) Colin Luther Powell tutup usia pada usia 84 tahun akibat Covid dan penyakit komplikasi lain. Kematiannya diumumkan oleh keluarga melalui postingan Facebook.
"Jenderal Colin L. Powell, mantan Menteri Luar Negeri AS dan Ketua Kepala Staf Gabungan, meninggal pagi ini karena komplikasi dari Covid-19," tulis keluarga Powell di Facebook, sebagaimana dikutip dari CNBC International, Selasa (19/10/2021).
"Kami telah kehilangan suami, ayah, kakek, dan orang Amerika yang luar biasa dan penyayang," kata keluarga itu, seraya mencatat bahwa dia telah divaksinasi sepenuhnya."
Prajurit dan salah satu negarawan pencetus perang Irak ini sebelumnya telah divaksinasi penuh terhadap Covid. Namun ia sudah memiliki beberapa kondisi sebelum meninggal. Menurut juru bicara keluarga Powell, dia menderita penyakit Parkinson dan belum lama ini dirawat karena multiple myeloma.
Multiple myeloma adalah jenis kanker darah yang merusak kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Orang yang divaksinasi penuh dengan sistem kekebalan yang lemah paling rentan terhadap penyakit ini, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Powell juga telah menjalani operasi untuk kanker prostat ketika dia menjadi menlu hampir dua dekade lalu.
Powell dan istrinya, Alma Powell, dinyatakan positif mengidap Covid seminggu yang lalu. Alma Powell, yang akan segera berusia 84 tahun, telah menderita gejala Covid dan menjalani pemulihan di rumah.
Sebelum tutup usia, Powell telah merencanakan untuk mendapatkan suntikan booster minggu lalu, tetapi dia merasa tidak cukup sehat untuk mendapatkannya saat dirawat di Pusat Medis Militer Nasional Walter Reed di Maryland.
Halaman 2>>>
Powell, yang bertugas di militer sejak awal era Vietnam melalui perang pertama Amerika dengan Irak, adalah penasihat keamanan nasional kulit hitam pertama di negara itu, ketua Kepala Staf Gabungan, dan sekretaris Negara.
Powell, putra imigran Jamaika, naik pangkat ke puncak pembentukan keamanan nasional Amerika selama karir militernya. Pada 1987, mantan Presiden Ronald Reagan menunjuk Powell untuk menjadi penasihat keamanan nasional, yakni orang kulit hitam pertama yang menjabat dalam peran itu.
Presiden George H.W. Bush menominasikan Powell sebagai ketua Kepala Staf Gabungan kulit hitam termuda dan pertama. Dalam peran itu, dia mengawasi operasi Badai Gurun Amerika selama perang Teluk Persia. Dia melanjutkan perannya sebagai ketua di bawah Presiden Bill Clinton.
Setelah 35 tahun dinas militer, Powell pensiun dari Angkatan Darat AS sebagai jenderal bintang empat pada tahun 1993. Dia disebut-sebut sebagai calon presiden beberapa kali.
Pada tahun 2001, ia menjadi menteri luar negeri kulit hitam pertama di bawah Bush muda dalam penunjukan transformatif dari prajurit tempur menjadi negarawan.
Sebagai diplomat top negara itu, Powell menghadapi tugas yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni 19 militan yang berafiliasi dengan kelompok ekstremis Islam al-Qaeda membajak pesawat komersial dengan tujuan melakukan serangan bunuh diri di AS.
Setelah serangan teroris 11 September, Powell mendukung tanggapan militer yang cepat terhadap al-Qaeda.
Segera setelah itu, pemerintahan Bush mengalihkan perhatiannya ke Irak. Ketika pembicaraan tentang invasi semakin keras, Powell memperingatkan Bush mengenai Irak pada tahun 2002.
Setelah disajikan dengan penilaian intelijen bahwa Presiden Irak Saddam Hussein telah mengumpulkan persenjataan yang mematikan dan berbahaya, Powell pergi ke PBB guna membuat kasus Amerika untuk perang dengan Irak.
Pada awal 2003, selama pidato 75 menit, Powell menyampaikan kepada komunitas global intelijen yang mengklaim Irak memiliki senjata pemusnah massal dan juga ambisi untuk memproduksi lebih banyak lagi. Banyak informasi yang ternyata tidak benar.
Powell kemudian menyebut pidato itu sebagai "noda" pada catatannya. Pada 2016, dia mengatakan pidato itu adalah "kegagalan intelijen yang hebat". Puluhan ribu orang, termasuk sekitar 5.000 anggota militer AS, tewas dalam perang yang berlangsung dari 2003 hingga 2011.