Internasional

Colin Powell 'Pencetus' Perang Irak Meninggal karena Covid-19

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
19 October 2021 07:50
Sebuah peringatan untuk prajurit AS Henry Gunther, umumnya diakui sebagai tentara terakhir yang tewas dalam aksi dalam Perang Dunia I tepat sebelum Gencatan Senjata, terlihat di Chaumont-Devant-Damvillers, dekat dengan medan perang WWI, dekat Verdun, Perancis, 24 Oktober 201 beberapa berhari-hari sebelum peringatan seratus tahun Hari Gencatan Senjata Perang Dunia Pertama. Gambar diambil 24 Oktober 2018. REUTERS / Pascal Rossignol
Foto: Sebuah peringatan untuk prajurit AS Henry Gunther, umumnya diakui sebagai tentara terakhir yang tewas dalam aksi dalam Perang Dunia I tepat sebelum Gencatan Senjata, terlihat di Chaumont-Devant-Damvillers, dekat dengan medan perang WWI, dekat Verdun, Perancis, 24 Oktober 201 beberapa berhari-hari sebelum peringatan seratus tahun Hari Gencatan Senjata Perang Dunia Pertama. Gambar diambil 24 Oktober 2018. REUTERS / Pascal Rossignol

Powell, yang bertugas di militer sejak awal era Vietnam melalui perang pertama Amerika dengan Irak, adalah penasihat keamanan nasional kulit hitam pertama di negara itu, ketua Kepala Staf Gabungan, dan sekretaris Negara.

Powell, putra imigran Jamaika, naik pangkat ke puncak pembentukan keamanan nasional Amerika selama karir militernya. Pada 1987, mantan Presiden Ronald Reagan menunjuk Powell untuk menjadi penasihat keamanan nasional, yakni orang kulit hitam pertama yang menjabat dalam peran itu.

Presiden George H.W. Bush menominasikan Powell sebagai ketua Kepala Staf Gabungan kulit hitam termuda dan pertama. Dalam peran itu, dia mengawasi operasi Badai Gurun Amerika selama perang Teluk Persia. Dia melanjutkan perannya sebagai ketua di bawah Presiden Bill Clinton.

Setelah 35 tahun dinas militer, Powell pensiun dari Angkatan Darat AS sebagai jenderal bintang empat pada tahun 1993. Dia disebut-sebut sebagai calon presiden beberapa kali.

Pada tahun 2001, ia menjadi menteri luar negeri kulit hitam pertama di bawah Bush muda dalam penunjukan transformatif dari prajurit tempur menjadi negarawan.

Sebagai diplomat top negara itu, Powell menghadapi tugas yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni 19 militan yang berafiliasi dengan kelompok ekstremis Islam al-Qaeda membajak pesawat komersial dengan tujuan melakukan serangan bunuh diri di AS.

Setelah serangan teroris 11 September, Powell mendukung tanggapan militer yang cepat terhadap al-Qaeda.

Segera setelah itu, pemerintahan Bush mengalihkan perhatiannya ke Irak. Ketika pembicaraan tentang invasi semakin keras, Powell memperingatkan Bush mengenai Irak pada tahun 2002.

Setelah disajikan dengan penilaian intelijen bahwa Presiden Irak Saddam Hussein telah mengumpulkan persenjataan yang mematikan dan berbahaya, Powell pergi ke PBB guna membuat kasus Amerika untuk perang dengan Irak.

Pada awal 2003, selama pidato 75 menit, Powell menyampaikan kepada komunitas global intelijen yang mengklaim Irak memiliki senjata pemusnah massal dan juga ambisi untuk memproduksi lebih banyak lagi. Banyak informasi yang ternyata tidak benar.

Powell kemudian menyebut pidato itu sebagai "noda" pada catatannya. Pada 2016, dia mengatakan pidato itu adalah "kegagalan intelijen yang hebat". Puluhan ribu orang, termasuk sekitar 5.000 anggota militer AS, tewas dalam perang yang berlangsung dari 2003 hingga 2011.

(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags
Recommendation
Most Popular