Apakah Sudah Saatnya Harga BBM Kudu Naik?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 October 2021 09:52
Ilustrasi Pertamax Turbo
Ilustrasi SPBU (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia dalam tren menanjak beberapa waktu belakangan. Apakah ini bisa membuat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia ikut naik?

Pada Rabu (13/10/2021) pukul 09:20 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet masing-masing berada di US$ 83,22/barel dan US$ 80.5/barel. Dalam sebulan terakhir, harga kedua melesat 13,07% dan 14,26%.

Sejak akhir 2020 (year-to-date), harga si emas hitam melonjak tajam. Harga brent dan light sweet masing-masing naik 60,66% dan 65,93%.

Dinamika krisis energi dunia masih menjadi faktor utama yang menggerakkan harga si emas hitam. Berbagai negara mulai dari India, China, sampai Inggris berburu minyak sebagai alternatif sumber energi primer pembangkit listrik pengganti gas alam yang harganya semakin mahal.

DI Inggris, sekitar 10% SPBU di sekitar London masih kosong dan belum terisi kembali setelah bulan lalu terjadi panic buying. Sisanya ketar-ketir karena tidak ada kepastian apakah pengiriman berikutnya akan datang atau tidak.

"Sekarang orang jadi bertanya-tanya. Apakah harga energi yang tinggi bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi? Apakah peningkatan permintaan energi adalah hal yang baik," tegas Phil Flynn, Analis di Price Futures Group, seperti dikutip dari Reuters.

Halaman Selanjutnya --> Harga BBM Sudah Harus Naik?

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah kenaikan harga minyak bisa memicu 'kerusuhan' seperti di Inggris?

Helmi Arman, Ekonom Citi, menilai harga jual BBM di Tanah Air saat ini memang semakin jauh dari harga keekonomiannya. Namun bukan berarti akan terjadi dampak yang luar biasa.

"Ketidaksesuaian harga semakin tinggi dalam hal BBM. Kami memperkirakan ketidaksesuaian harga ini mencapai masing-masing 12% dan 65% untuk BBM umum dan diesel (solar). Seiring kenaikan harga minyak dunia, angka ini bisa semakin terakumulasi.

"Akan tetapi, kami menilai kenaikan harga mungkin hanya akan terjadi untuk BBM dengan tingkat oktan tinggi. Biaya untuk menutup selisih harga BBM umum dan diesel masih terkelola. Masih ada ruang untuk memitigasi biaya ini," terang Helmi dalam risetnya yang berjudul The Commodity Boom: Will an Inflation Spike Follow?

Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), lanjut Helmi, dampak kenaikan harga minyak bervariasi. Pendapatan negara akan naik, tetapi juga pengeluaran.

Oleh karena itu, Helmi berpendapat tahun depan mungkin sudah saatnya ada perubahan. Ruang untuk menjaga harga BBM umum dan diesel tetap murah akan lebih terbatas. Dengan kondisi ekonomi yang lebih baik pada 2022, mungkin sudah saatnya untuk melakukan konsolidasi fiskal.

"Kami memperkirakan reformasi subsidi akan terjadi pada semester II-2022, setelah konsumen bisa beradaptasi dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," tulis Helmi.

Namun, menurut Helmi, bisa saja pemerintah tetap mempertahankan skema subsidi BBM yang ada sekarang. Sebab, anggaran subsidi sudah berkurang sekitar 50% dari satu dekade lalu sehingga masih ada ruang untuk diskresi.

Reformasi subsidi BBM, demikian Helmi, jika diterapkan tentu akan berdampak ke inflasi. Dia memperkirakan inflasi 2022 bisa terdorong ke 3-4%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular