
INDEF: Jangan Sampai Mayoritas Saham KA Cepat Dimiliki China

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mengakselerasi proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung agar dapat diuji coba tahun depan. Terbaru, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Analis menilai penunjukkan Luhut bertujuan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam proyek itu. Seperti diketahui, terjadi pembengkakan biaya mencapai US$ 2 miliar atau setara Rp 28,6 triliun (kurs Rp 14.300/US$), sehingga total biaya proyek ini mencapai US$ 8 miliar atau Rp 114,40 triliun.
Belum lagi persoalan kekurangan kewajiban ekuitas dasar (base equity) yang disetor oleh porsi Indonesia, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia sebesar Rp 4,36 triliun.
"Penunjukan (Luhut) juga supaya hambatan yang sifatnya kementerian dan lembaga ini kelar. Siapa yang berani coba? Cuma permasalahannya sekarang kan gak ada duitnya, BUMN tidak bisa setor kewajiban," kata Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad kepada CNBC Indonesia, Senin (11/10/2021).
"Kasihan juga sebenarnya, tapi harus ditanggung, imbas dari kesalahan dulu yang tergesa-gesa," lanjutnya.
Penunjukan Luhut tertuang pada Peraturan Presiden Nomor 93/2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015 tentang penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Pada pasal 3A Perpres tersebut, anggota komite lainnya, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Komite memiliki tugas untuk menyepakati dan/atau menetapkan langkah yang perlu diambil untuk mengatasi bagian kewajiban perusahaan patungan. Dalam hal terjadi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya pada proyek ini yang meliputi perubahan porsi kepemilikan perusahaan patungan, penyesuaian persyaratan dan jumlah pinjaman yang diterima oleh perusahaan patungan.
Tauhid juga meminta pemerintah berhati-hati supaya menjaga porsi kepemilikan Indonesia dalam proyek infrastruktur itu. Ini karena potensi China menjadi pemegang saham terbesar sangat besar.
"Saya rasa China kalau diminta nambah berapa pun bisa, tapi kita yang nggak siap. Ditakutkan porsi saham jadi berkebalikan di mana kepemilikan mayoritas dimiliki oleh China. Seperti yang terjadi di infrastruktur negara-negara Afrika. Tadinya kemitraan tapi jadi menguasai. Ini bahaya harus hati-hati," kata Tauhid.
Ia juga menjelaskan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini juga menjadi ajang pamer. Kalau infrastruktur Indonesia sudah masuk pada level yang lebih tinggi, hal tersebut akan memberi tekanan kepada negara-negara di ASEAN dalam mendatangkan investasi.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Janji Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tak Molor