PLTS Didorong, Ternyata Segini Kontribusi Pabrikan Domestik
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah punya target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 mendatang. Salah satu upaya mengejar target tersebut adalah melalui pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang masif.
Namun, berapa besar kandungan lokal dari komponen PLTS saat ini?
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk modul surya yang sudah dicapai saat ini sebesar 40-45%. Sementara TKDN untuk sistem PLTS saat ini sekitar 15-50%.
"Teknologi PLTS pada dasarnya merupakan teknologi yang sudah proven dan bukan teknologi yang kompleks, sehingga banyak negara yang telah memanfaatkan dalam skala besar," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (11/10/2021).
Dia berpandangan, pengembangan industri dalam negeri untuk PLTS perlu dilihat sebagai sebuah tantangan dan peluang. Menurutnya, komponen inverter saat ini masih banyak diimpor.
"Komponen inverter memang masih diimpor, namun komponen utama berupa modul surya sudah mampu diproduksi di dalam negeri," lanjutnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini sudah terdapat 14 pabrikan modul surya dalam negeri dengan kemampuan produksi kurang lebih sebesar 524 Mega Watt peak (MWp) per tahun.
"Saat ini terdapat 14 pabrikan modul surya dalam negeri," ujarnya.
Sebelumnya disampaikan, demi mendorong pemanfaatan PLTS, pemerintah bakal merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo No. 13/2019 jo No.16/2019 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).
Salah satu poin yang direvisi di dalam Peraturan Menteri ESDM ini adalah ketentuan ekspor listrik ke PT PLN (Persero), dari mulanya dibatasi 65%, direvisi menjadi 100%.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto pun angkat bicara mengenai rencana ini. Dia menyebut revisi aturan PLTS Atap berpotensi menimbulkan ketidakadilan karena mayoritas yang menikmati adalah orang kaya.
"Karena yang akan menikmati sebanyak 99% adalah sektor industri, bisnis dan perumahan mewah di kota besar. Karena rumah orang miskin tidak menggunakan PLTS," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (23/09/2021).
Dia menceritakan, saat ini sudah mulai banyak ditemukan pengembang perumahan mewah menjadikan fasilitas PLTS Atap sebagai bahan jualannya.
"Para pengembang mengimingi-imingi calon pelanggannya akan dapat keringanan dari pemerintah karena menggunakan PLTS Atap," lanjutnya.
(wia)