
Harga Batu Bara Meroket, Awas PLN & Industri Sekarat!

Jakarta, CNBC Indonesia - Meroketnya harga batu bara memang menjadi berkah bagi Indonesia, karena penerimaan negara ikut terkerek naik. Tapi sisi lain, kondisi ini membuat industri dan PT PLN (Persero) menjadi khawatir.
Pasalnya, lonjakan harga batu bara yang "gila-gilaan" saat ini, bahkan mencapai tiga kali lipat dari harga yang dipatok di dalam negeri akan membuat pengusaha batu bara cenderung jor-joran mengekspor ketimbang memasok industri dalam negeri.
Bagaimana tidak, harga batu bara di luar negeri masih menyentuh harga di atas US$ 200-an per ton. Pada perdagangan di pasar ICE Newcastle (Australia) kemarin, Kamis (07/10/2021), harga batu bara masih di atas US$ 200 per ton, yakni US$ 224,90 per ton, meski anjlok dibandingkan dua hari sebelumnya yang mencapai masa puncaknya US$ 280an per ton. Sementara harga batu bara untuk domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) dipatok maksimal US$ 70 per ton.
Pengamat Energi Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, kebijakan harga batu bara untuk domestik yang dibatasi maksimal US$ 70 per ton saat ini memang membuat PLN terlindungi dari lonjakan harga batu bara yang "gila-gilaan".
"Dari sisi batu bara, PLN membeli dengan harga yang dipatok (capped) maksimal US$ 70/ton, sehingga agak terlindungi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (07/10/2021).
Namun di sisi lain, selisih harga yang sangat jauh antara DMO dan pasar luar negeri, menurutnya bakal membuat pengusaha batu bara cenderung memilih ekspor dan mengurangi pasokannya ke PLN.
"Tetapi bahayanya adalah pengusaha tambang batu bara akan cenderung ekspor dan mengurangi pasokan ke PLN," lanjutnya.
PT PLN (Persero) mengaku khawatir jika pengusaha batu bara lebih memilih untuk mengekspor semua pasokannya dan mengabaikan pasokan dalam negeri. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Perencanaan Korporat PLN Evy Haryadi.
Oleh karena itu, pihaknya pun meminta dukungan dari industri batu bara untuk tetap memenuhi kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik PLN di tengah lonjakan harga batu bara saat ini.
"Jangan sampai dengan harga yang tinggi di luar negeri, batu bara yang kita punya semua terekspor. Tapi tentu didahulukan dalam negeri," ungkapnya dalam Webinar Diseminasi RUPTL PLN 2021-2030, Selasa (05/10/2021).
Dia mengatakan, apapun yang terjadi di luar negeri, termasuk harga yang sedang meroket ini, kebutuhan di dalam negeri harus terlebih dahulu dipenuhi.
"Ada kebijakan pemerintah lindungi dari sisi kepentingan PLN dan kepentingan listrik kita dalam negeri dan kepentingan pengusaha batu bara," jelasnya.
Krisis pasokan batu bara sempat dialami PLN akibat produsen batu bara tidak memenuhi komitmennya. Pasokan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLN saat itu bahkan kurang dari 10 hari.
Akibatnya, ini membuat perseroan melaporkan ke pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM. Pada 7 Agustus 2021, pemerintah akhirnya mengenakan sanksi larangan ekspor kepada 34 produsen batu bara karena tidak memenuhi komitmennya kepada PLN.
Muhammad Wafid, Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM, menuturkan keputusan pelarangan ekspor ini karena tengah dibutuhkan jaminan ketersediaan batu bara untuk pembangkit listrik.
"Konsentrasi kami adalah jaminan tersedianya kebutuhan batu bara untuk pembangkit PLN yang beberapa sudah kritis. Kami tidak mau ada listrik padam gara-gara tidak adanya pasokan batu bara," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/08/2021).
"Ada kondisi beberapa PLTU kritis dengan ketersediaan < (kurang dari) 10 hari, sehingga harus segera diberi pasokan. Seperti itulah detailnya di PLN," ujarnya.
