
Gawat! Krisis Memburuk, Eropa Terancam Gelap Gulita

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis energi membuat ketar-ketir Eropa. Pasalnya jutaan orang yang tinggal di blok tersebut terancam tidak memiliki akses listrik yang mumpuni selama musim dingin nanti.
Diketahui jutaan warga diprediksi mengalami pemutusan jaringan karena tak mampu membayar tagihan yang membludak. Hal ini setidaknya ditegaskan analis kebijakan publik di lembaga transisi energi Regulatory Assistance Project.
"Lebih dari 12 juta rumah tangga Eropa menunggak tagihan listrik mereka," kata Louise Sunderland, dikutip dari CNN International, Kamis (7/10/2021).
Berdasarkan data Koalisi Hak Energi, selama setahun setidaknya ada tujuh juta laporan pemutusan energi warga di benua itu. Pandemi memperburuk masalah karena membuat banyak orang semakin lama di rumah dan menghabiskan konsumsi energi mereka.
Pada saat yang sama, harga energi meningkat tajam karena pasokan gas yang berkurang akibat meningkatnya permintaan pemanas, pada musim dingin tahun 2020. Belum lagi, permintaan penyejuk udara di musim panas 2021.
Eropa sebelumnya memilih gas dibanding batu bara karena dianggap lebih ramah lingkungan. Baik rumah tangga maupun perusahaan menggunakan energi ini, di antaranya untuk listrik.
Namun seiring pembukaan dunia dari pandemi gas mengalami kelangkaan dan kenaikan harga, bahkan 250% dari Januari lalu. Namun di sisi lain, sejumlah pembangkit listrik dengan energi terbarukan seperti angin, terkendala sejumlah hal akibat peralihan musim.
Prancis dan Spanyol menyebut kenaikan ini berdampak pada naiknya tarif dasar listrik yang berujung inflasi. Keduanya meminta Uni Eropa (UE) bertindak.
"Sudah waktunya mendapat tanggapan Eropa. Sudah waktunya melihat pasar energi," tegas Prancis dalam pertemuan di Brussel, dikutip dari Newsweek.
"Tantangan Eropa memerlukan tanggapan Eropa," tegas Spanyol di kesempatan yang dikutip dari Financial Times, seraya menyebut meminta dana darurat cair.
Terkait krisis ini, Eropa juga mulai menyalahkan Rusia. Pasalnya suplai dari Negeri Beruang Merah itu menurun tajam. Rusia merupakan supplier gas alam terbesar ke Eropa dengan persentasenya mencapai 43,4%.
Parlemen Eropa telah menulis surat yang "menuduh" perusahaan Rusia, Gazprom, memanipulasi harga gas. Dalam surat tuduhan itu, para anggota parlemen itu menyebut bahwa berkurangnya aliran gas merupakan upaya Moskow untuk menekan Eropa agar mau mengaktifkan pipa gas Nord Stream 2.
Pipa gas Nord Stream 2 yang menjalar dari Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik itu merupakan salah satu proyek antara kedua negara yang telah diselesaikan. Namun Jerman menolak aktivasinya akibat adanya sanksi dari mitra strategis UE, Amerika Serikat (AS), terhadap Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin pasang badan soal ini. Ia menuding balik Eropa, yang disebutnya membuat kesalahan dengan mengurangi kesepakatan jangka panjang terkait perdagangan gas alam dan memilih membelinya di pasar spot.
Harga gas di pasar spot kini melonjak ke rekot tertinggi. Benchmark Eropa di Belanda untuk November naik delapan kali lipat sejak awal tahun, diperdagangkan di level tertinggi sepanjang masa di atas 150 euro per megawatt hour (MWh), Rabu dini hari waktu setempat.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Disebut 'Biang Kerok' Krisis di Eropa, Kok Bisa?
