Internasional

Kronologi Krisis Eropa Buat Jutaan Orang Susah Bayar Listrik

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
05 October 2021 15:10
Europe Expensive Energy
Foto: AP/Jens Buettner

Krisis energi telah merugikan industri dan rumah tangga di Eropa. Lonjakan tagihan listrik terjadi pasca perusahaan listrik di Eropa terus meningkatkan biaya produksi.

Diketahui tarif listrik di negeri itu melompat hingga mencapai 475 pound atau sekitar Rp 9,3 juta. Ini bukan hanya mempengaruhi rumah tangga tapi juga industri energi hingga pasokan makanan terutama daging dan minuman bersoda.

Beberapa industri seperti produsen pupuk di Eropa membatasi operasinya karena kekurangan gas alam dan kenaikan harga. Harga pupuk diperkirakan akan naik lebih tinggi dan mendongkrak harga pangan.

Oleh karena itu, rumah tangga dan regulator akan melihat tekanan inflasi meningkat. Ini karena kenaikan harga bahan bakar dan pangan.

Imbasnya pemerintah sempat menghidupkan kembali pembangkit listrik batu bara (PLTU) West Burton A untuk mengamankan listrik. Ini pertama kali dalam enam bulan, sebelum pensiun 2022 mendatang.

Sementara efek krisis energi ke global membuat rantai pasokan tersendat. Penutupan sementara juga berarti melewatkan tenggat waktu untuk pengiriman barang dagangan menjelang penjualan musim liburan November-Januari di banyak bagian dunia.

China dan India Alami Hal yang sama dengan Eropa

Bukan hanya Eropa, sebenarnya krisis energi juga terjadi di Asia. Dua raksasa China dan India juga mengalami pemadaman.

Krisis listrik di China terjadi ketika permintaan energi negara itu melonjak melewati tingkat pra-pandemi. Namun, pembatasan impor batu bara dari Australia akibat pertikaian politik, menekan pasokan komoditas itu.

Sebelumnya krisis energi ini juga terhubung dengan ambisi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon pada 2030. Presiden China Xi Jinping berencana untuk mulai menghentikan operasional pembangkit batu bara dan menggantinya dengan energi terbarukan.

Namun untuk mencapai target itu, dibutuhkan pembangunan 100 gigawatt pembangkit tenaga surya dan 50 gigawatt tenaga angin setiap tahun untuk menyeimbangkan kenaikan konsumsi sebesar 5%. Hal ini jauh dari pertumbuhan energi terbarukan tahunan China yang baru mencapai setengah dari itu.

Di India, perusahaan utilitas di negeri itu ramai-ramai mengamankan pasokan batu bara setelah lonjakan permintaan listrik dari industri dan impor yang lambat. Ini karena rekor harga global karena rebound permintaan listrik, belum lagi persaingan dengan China.

Data pemerintah menunjukkan setengah dari 135 pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) hanya memiliki stok bahan bakar kurang dari tiga hari. Padahal, aturan pemerintah federal, pasokan setidaknya harus ada untuk dua minggu.

Secara detail, konsumsi listrik negara-negara bagian yang fokus ke Industri terus naik. Di Maharashtra, Gujarat dan Tamil Nadu misalnya, konsumsi tumbuh 13,9 hingga 21% dalam tiga bulan hingga September.

Meskipun pasokan batu bara India menyusut, pemadaman listrik skala besar belum terjadi. Tapi mengutip Reuters, ini sudah terlihat di Uttar Pradesh, Bihar dan Kashmir.



(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular