Internasional

Gawat! Krisis Eropa Buat Jutaan Orang Tak Bisa Bayar Listrik

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
05 October 2021 08:01
uni eropa
Foto: REUTERS/Paul Hackett/File Photo

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis energi karena kenaikan harga gas makin mengancam Eropa. Sejak Januari 2020, harga gas alam yang jadi primadona di benua itu, naik 250%.

Akibatnya, jutaan orang dikabarkan mungkin tidak akan mampu "menghangatkan" rumah selama musim dingin nanti. Jutaan warga diprediksi akan mengalami pemutusan jaringan karena tak mampu membayar tagihan yang membludak.

Hal ini setidaknya ditegaskan analis kebijakan publik di lembaga transisi energi Regulatory Assistance Project. "Lebih dari 12 juta rumah tangga Eropa menunggak tagihan listrik mereka," kata Louise Sunderland, dikutip dari CNN International Selasa (5/10/2021).

Berdasarkan data Koalisi Hak Energi, selama setahun setidaknya ada tujuh juta laporan pemutusan energi warga di benua itu. Pandemi memperburuk masalah karena membuat banyak orang semakin lama di rumah dan menghabiskan konsumsi energi mereka.

Pada saat yang sama, harga energi meningkat tajam karena pasokan gas yang berkurang akibat meningkatnya permintaan pemanas, pada musim dingin tahun 2020. Belum lagi, permintaan penyejuk udara di musim panas 2021.

Di Eropa gas banyak dipilih dibanding batu bara karena dianggap lebih ramah lingkungan. Baik rumah tangga maupun perusahaan menggunakan energi ini, di antaranya untuk listrik.

Namun seiring pembukaan dunia dari pandemi gas mengalami kelangkaan dan kenaikan harga, bahkan 250% dari Januari lalu. Namun di sisi lain, sejumlah pembangkit listrik dengan energi terbarukan seperti angin, terkendala sejumlah hal akibat peralihan musim.

"Risiko jatuh ke dalam kemiskinan energi dalam populasi Eropa adalah dua kali lipat risiko kemiskinan umum," kata seorang ahli di Universitas Manchester, Stefan Bouzarovski.

"Antara 20 hingga 30% populasi Eropa menghadapi kemiskinan umum sementara 60% menderita kemiskinan energi di beberapa negara."

Sebagai informasi Bulgaria memiliki proporsi penduduk miskin energi tertinggi di Eropa yakni 31%. Diikuti Lithuania (28%), Siprus (21%), Portugal (19%).

Sementara itu para ahli dan juru kampanye iklim berpendapat Uni Eropa (UE) harus membuat undang-undang larangan pemutusan listrik rumah tangga secara jangka pendek. Mereka juga meminta otoritas mengurangi ketergantungan ke gas dan lebih banyak berinvestasi ke energi terbarukan lain untuk "menjinakkan" harga.

Sebelumnya, krisis energi yang menghantam Inggris membuat tarif listrik di negeri itu melompat hingga mencapai 475 pound atau sekitar Rp 9,3 juta. Ini bukan hanya mempengaruhi rumah tangga tapi juga industri energi hingga pasokan makanan terutama daging dan minuman bersoda.

Imbasnya pemerintah sempat menghidupkan kembali pembangkit listrik batu bara (PLTU) West Burton A untuk mengamankan listrik. Ini pertama kali dalam enam bulan, sebelum pensiun 2022.

"Batu bara masih akan digunakan di Inggris (dalam persentase kecil, 1,6%) sampai batu bara betul-betul akan dihapus dari sistem pada tahun 2024," kata Kedutaan Inggris dalam pernyataan ke CNBC Indonesia pekan lalu.

Halaman 2>>

Bukan hanya Eropa, sebenarnya krisis energi juga terjadi di Asia. Dua raksasa China dan India juga mengalami pemadaman.

Krisis listrik di China terjadi ketika permintaan energi negara itu melonjak melewati tingkat pra-pandemi. Namun, pembatasan impor batu bara dari Australia akibat pertikaian politik, menekan pasokan komoditas itu.

Sebelumnya krisis energi ini juga terhubung dengan ambisi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon pada 2030. Presiden China Xi Jinping berencana untuk mulai menghentikan operasional pembangkit batu bara dan menggantinya dengan energi terbarukan.

Namun untuk mencapai target itu, dibutuhkan pembangunan 100 gigawatt pembangkit tenaga surya dan 50 gigawatt tenaga angin setiap tahun untuk menyeimbangkan kenaikan konsumsi sebesar 5%. Hal ini jauh dari pertumbuhan energi terbarukan tahunan China yang baru mencapai setengah dari itu.

Sementara itu, untuk mengamankan krisis listrik agar tak semakin gawat, Gubernur Provinsi Jilin Han Jun, berjanji akan meningkatkan meningkatkan pasokan listrik lokal dengan memperbesar skala impor batu bara. China, diketahui merupakan konsumen batu bara terbesar saat ini.

Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) juga mendesak perencana ekonomi lokal, administrasi energi dan perusahaan kereta api untuk meningkatkan transportasi batu bara. Pasalnya China sebentar lagi mendekati musim dingin, di mana kebutuhan energi untuk pemanas juga meningkat.

"Setiap perusahaan kereta api harus memperkuat transportasi batu bara ke pembangkit listrik dengan persediaan kurang dari tujuh hari dan meluncurkan mekanisme pasokan darurat tepat waktu," kata NDRC.

Di India, perusahaan utilitas di negeri itu ramai-ramai mengamankan pasokan batu bara setelah lonjakan permintaan listrik dari industri dan impor yang lambat. Ini karena rekor harga global karena rebound permintaan listrik, belum lagi persaingan dengan China.

Data pemerintah menunjukkan setengah dari 135 pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) hanya memiliki stok bahan bakar kurang dari tiga hari. Padahal, aturan pemerintah federal, pasokan setidaknya harus ada untuk dua minggu.

"Kegentingan pasokan diperkirakan akan berlanjut," kata unit lembaga pemeringkat S&P CRISIL dalam sebuah laporan.

"Inventarisasi batu bara di pembangkit (India) akan meningkat secara bertahap hingga Maret nanti," prediksi lembaga itu lagi.

Secara detil, konsumsi listrik negara-negara bagian yang fokus ke Industri terus naik. Di Maharashtra, Gujarat dab Tamil Nadu misalnya, konsumsi tumbuh 13,9 hingga 21% dalam tiga bulan hingga September.

"Tahun ini kami melihat pertumbuhan yang luar biasa dari permintaan industri," kata Direktur regulator listrik Gujarat, Shameena Husain.

Meskipun pasokan batu bara India menyusut, pemadaman listrik skala besar belum terjadi. Tapi mengutip Reuters, ini sudah terlihat di Uttar Pradesh, Bihar dan Kashmir.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular