
Jangan Keenakan Jual 'Tanah Air'! Kalau Habis, Mau Makan Apa?

Di satu sisi, perkembangan ini tentu patut disyukuri. Di tengah berbagai cobaan akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), ekspor memberikan harapan bahwa ekonomi Indonesia masih bergeliat. Ekspor menjadi oasis yang menyejukkan di tengah padang pasir nan tandus.
Tidak hanya itu, ekspor dan cadangan devisa yang sehat akan menopang stabilitas nilai tukar rupiah. Sebab, pasokan valas di perekonomian menjadi lebih terjamin dan tidak perlu terlalu mengandalkan arus modal asing di sektor keuangan (hot money).
Namun di sisi lain, Indonesia tetap harus waspada. Ingat, apa yang kita nikmati ini dalah hasil menjual 'tanah air'.
Ya, ekspor Indonesia masih mengandalkan penjualan komoditas. Dua komoditas andalan ekspor Indonesia adalah lemak dan minyak hewan nabati (yang didominasi minyak sawit mentah/CPO) dan bahan bakar mineral (mayoritas batu bara).
Sepanjang Januari Agustus 2021, nilai ekspor lemak dan minyak hewan/nabati adalah US$ 20,64 miliar atau 15,39% dari total ekpsor non-migas. Sementara nilai ekspor bahan bakar mineral adalah US$ 17,99 miliar (13,41%.
![]() |
Memang mudah menjual komoditas. Petik, keruk, jual, dapat uang. Ini yang disebut dengan low hanging fruits, mengambil buah yang paling gampang dijangkau.
Namun aktivitas ini tidak menghasilkan nilai tambah yang besar. Kalau diolah lagi menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, maka harganya akan lebih tinggi lagi. Belum lagi ada penciptaan lapangan kerja yang lebih masif.
Oleh karena itu, Indonesia tidak boleh puas dengan lonjakan ekspor ini dan kemudian terlena. Jangan keenakan terus-terusan menjual 'tanah air'.
Semestinya kekayaan alam Indonesia yang melimpah ini adalah modal untuk mencapai kejayaan. Jangan modal itu kemudian malah dijual terus-menerus. Kalau nanti habis, kita mau makan apa?
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)