Tekad Bulat Jokowi di Tengah Godaan Wanginya 'Harta Karun' RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekad bulat Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendorong hilirisasi komoditas tengah diuji. Bagaimana tidak, saat proses hilirisasi sedang berjalan, harga komoditas yang merupakan 'harta karun' Indonesia kembali meroket.
Batu bara misalnya, data Refinitiv mencatat, akhir pekan lalu, harga batu bara menyentuh US$ 178,75/ton. Ini adalah rekor tertinggi, setidaknya sejak 2008.
Begitu juga harga CPO di Bursa Malaysia di mana awal pekan ini tercatat MYR 4.340/ton, yang berarti sejak awal tahun telah mengalami peningkatan harga hingga 20,55% sejak awal tahun 2021.
Harga nikel dunia pada perdagangan akhir pekan lalu juga sudah melampaui US$ 20.000/ton. Terakhir harga nikel mencapai level tersebut adalah pada 2014. Kenaikan harga juga dialami oleh beberapa komoditas lain, seperti biji tembaga, lignit dan lainnya.
Berbicara di sela groundbreaking Pabrik Industri Kendaraan Listrik PT HKML Baterai Indonesia di Karawang, Jawa Barat, Jokowi menegaskan bahwa era kejayaan komoditas bahan mentah sudah berakhir.
"Kita harus berani mengubah struktur ekonomi yang selama ini berbasis komoditas untuk masuk ke hilirisasi, masuk ke industrialisasi, menjadi negara industri yang kuat dengan berbasis pada pengembangan inovasi teknologi," kata Jokowi, Rabu (15/9/2021).
Strategi bisnis besar pemerintah adalah bagaimana keluar secepatnya dari jebakan negara pengekspor bahan mentah yang kerap melekat di Indonesia.
"Melepaskan ketergantungan dari produk impor dengan mempercepat revitalisasi industri pengolahan, sehingga bisa memberikan peningkatan nilai tambah ekonomi yang semakin tinggi," jelasnya.
Halaman Selanjutnya >> Sawit Hingga Batubara Bikin Ekspor RI Menggila
Ekspor Indonesia menggila pada Agustus 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi US$ 21,42 miliar. Naik 20,95% dibandingkan Juli 2021 (month-to-month/mtm) dan 64,1% dari Agustus 2020 (year-on-year/yoy).
Capaian ini besar dipengaruhi oleh peningkatan nilai ekspor minyak kelapa sawit hingga hasil pertambangan seperti batubara, biji tembaga dan lignit.
Margo Yuwono, Kepala BPS, menjelaskan ekspor migas dalam periode tersebut mencapai US$ 1,07 miliar atau tumbuh 7,48% mtm dan 77,93% secara yoy.
Sementara non migas mencapai US$ 20,3 miliar, tumbuh 21,75% mtm dan 63,43% yoy. Rinciannya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar US$ 340 miliar, tumbuh 17,89% mtm dan -0,42% yoy.
"Komoditas cukup besar adalah kopi cukup besar 30,55%. Buah-buahan tahunan 70,03%t. Kemudian hasil hutan bukan kayu 33,76%," ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (15/9/2021)
Industri pengolahan mencatat nilai ekspor sebesar US$ 16,37 miliar yang tumbuh 20,67% mtm atau 52,62% yoy.
"Kalau industri pengolahan tumbuh tinggi dipengaruhi komoditas minyak kelapa sawit 168,68% mtm. Kemudian besi/baja 110,35%, kimia dasar organik tumbuh 121,76%," jelas Margo.
Pertambangan sendiri mencatatkan pertumbuhan paling tinggi, yaitu 27,23% mtm dan 162,89% yoy menjadi US$ 3,64 miliar.
"Komoditasnya yang tumbuh tinggi (mtm) batubara tumbuh 22,01%t, biji tembaga tumbuh 42,28%, lignit tumbuh 38,54%," terangnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Banyak 'Harta Karun' Ekspor, Jokowi Tak Mau Dijual Mentah!
