Warning PBB Soal Kehancuran Total Afganistan, Seperti Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) memberi peringatan ke Taliban yang saat ini menguasai Afghanistan. Kondisi negara timur tengah itu juga dalam posisi total kehancuran.
Utusan Khusus PBB Deborah Lyons, mengatakan ada kehancuran total di Afghanistan baik secara sosial maupun ekonomi.
Hal ini terkait dengan pembekuan aset miliaran dollar milik negeri itu, yang dilakukan supaya tidak berpindah tangan ke Taliban. Hal itu diyakini dapat memicu kemerosotan ekonomi yang parah dan mendorong jutaan warga dalam kemiskinan hingga kelaparan.
Ia mengatakan harus ada jalan yang dibuka agar uang itu mengalir ke Afghanistan. Namun pengamanan maksimal harus dilakukan agar tidak disalahgunakan.
"Ekonomi harus dibiarkan bernafas selama beberapa bulan," katanya kepada Dewan Keamanan PBB, Kamis (9/9/2021) dikutip Reuters.
"Memberi Taliban kesempatan untuk menunjukkan fleksibilitas dan keinginan tulus untuk melakukan hal-hal berbeda kali ini, terutama tentang HAM, gender dan kontra terorisme." Tambahnya.
Ucapan Lyons tidak main-main, sejumlah badan memang telah menyetop dana untuk negeri itu. Bank Dunia (World Bank) telah menangguhkan bantuan dana ke Afghanistan Agustus lalu.
"Kami telah menghentikan pencairan dana dalam operasi kami di Afghanistan dan kami memantau dan menilai situasi dengan cermat," kata juru bicara Bank Dunia kepada AFP.
Bank Dunia memiliki lebih dari dua lusin proyek pembangunan yang sedang berlangsung di Afghanistan. Badan ini telah menyediakan US$ 5,3 miliar atau setara Rp 76,3 triliun (asumsi Rp 14.400/US$) sejak tahun 2002, sebagian besar dalam bentuk hibah.
Dana Moneter Internasional (IMF) juga menangguhkan operasi dengan negara itu. Ini termasuk program pinjaman US$ 370 juta atau (Rp 5,3 triliun) yang ada, serta US$ 340 juta (Rp 4,8 triliun) untuk Kabul yang akan diterima dari Special Drawing Rights (SDR), serta sekeranjang mata uang pemberi pinjaman.
Mantan gubernur bank sentral Afghanistan Ajmal Ahmady juga mengatakan di Twitter bahwa Taliban akan sulit menjangkau aset di Da Afghanistan Bank (DAB), yang memiliki cadangan sekitar US$ 9 miliar (Rp 129 triliun). Karena sebagian besar aset itu disimpan di luar negeri dan di luar jangkauan Taliban.
Saat ini Afghanistan memiliki aset senilai US$ 10 miliar, yang terparkir di luar negeri. Ini dianggap menjadi kunci negara barat untuk menekan perilaku Taliban.
Salah satunya terparkir di bank sentral AS, The Fed. Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) juga memblokir US$ 440 juta cadangan darurat baru Afghanistan.
"Taliban mencari legitimasi dan dukungan internasional. Pesan kami sederhana: (jika menginginkan) legitimasi, dukungan apa pun harus diperoleh," kata Diplomat Senior AS Jeffrey DeLaurentis dalam forum PBB yang sama.
Sementara disaat barat menekan Taliban, China merapat ke kelompok itu. Beijing memutuskan untuk memberikan bantuan dana sebesar US$ 31 juta.
Mengutip CNN International, juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Hua Chunying menyebut bantuan berupa makanan, pasokan musim dingin, obat-obatan dan vaksin virus corona. Dilaporkan Negeri Panda akan memberikan tiga juta dosis vaksin segera ke Kabul.
"Untuk penggunaan darurat bagi rakyat Afghanistan," ujarnya dalam sebuah pernyataan di forum pertemuan Menlu negara tetangga Afghanistan, diberitakan Kamis (9/9/2021).
Hal ini juga dibenarkan Menlu China Wang Yi, di mana vaksin akan diangkut dalam satu gelombang. Meski begitu, belum dijelaskan secara rinci kapan vaksin-vaksin itu akan tiba.
China sendiri sudah mengadakan komunikasi intens dengan Taliban. Bahkan pemerintah pimpinan Presiden Xi Jinping itu pernah berdiskusi dengan kelompok tersebut dalam sebuah pertemuan 28 Juli lalu Tianjin, beberapa hari sebelum Kabul diambil alih 15 Agustus.
Beberapa analis menganggap hubungan baik antara China dan Taliban ini dikarenakan kepentingan ekonomi Beijing yang sangat besar Afghanistan sendiri memiliki banyak sumber daya alam yang belum dieksploitasi seperti tembaga, batu bara, kobalt, merkuri, emas, dan lithium, ditaksir senilai lebih dari US$ 1 triliun.
(hps/hps)