Nasib Pabrik Semen RI: Over Produksi, Dihantam Predator Harga

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
03 September 2021 20:21
Sayup suara ombak menyusup hingga ke ruang-ruang sempit Kapal yang tengah bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Rabu (29/7/2020) petang itu. Sejumlah anak dengan berani tengah asik melompat bergantian dari atas kapal, sambil berteriak.
Sunda Kelapa adalah nama pelabuhan yang berada di ujung utara Jakarta. Pelabuhan ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Pada zaman kerajaan, Sunda Kelapa adalah pusat perdagangan. Kini, meski telah dimakan usia, pelabuhan ini masih tetap ramai.
Banyak orang mengais rezeki di Pelabuhan Sunda Kelapa. Ada pedagang, nelayan, Anak Buah Kapal (ABK), pemberi jasa sampan, hingga buruh angkut. Semua tumpah ruah menjadi satu. Namun bagi anak-anak sunda kelapa adalah tempat paling asik untuk bermain.

Pelabuhan Sunda Kelapa lambat laun tidak terlihat sesibuk saat masa jayanya. Kini, pelabuhan tersebut dikelola oleh PT Pelindo II dan tidak mengantongi sertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk melayani kapal antar pulau di dalam negeri.

Dari sisi ekonomi pelabuhan ini masih cukup strategis, mengingat berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Menjadi buruh kuli angkut mungkin bukan hal yang dicita-citakn oleh banyak orang. Namun ketika tidak ada lagi keahlian yang bisa ditawarkan selain tenaga kasar maka menjadi buruh kasar sebagai kuli angkut pun harus dijalani.

Setidaknya ini yang tertangkap saat melihat potret para kuli angkut di Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta Utara. Dalam sehari para pekerja kuli angkut ini mampu membongkar muatan dengan berat total 300ton. Beban sebesar ini dikerjakan oleh 20an orang pekerja.  (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Semen (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri semen di Indonesia ketambahan permasalahan baru yakni praktik predatory pricing atau praktik banting harga. Padahal salah satu industri prioritas ini masih dalam kondisi kesulitan masalah over supply atau kelebihan pasokan.

Hal ini diungkapkan Anggota DPR RI Komisi VI Andre Rosiade, kepada CNBC Indonesia TV, Jumat (3/9/2021).

Dia mengatakan permasalahan industri semen di Indonesia saat ini tidak hanya kelebihan pasokan, yang saat ini menentang pembangunan pabrik semen baru di Kalimantan Timur. Namun, sempat ada juga praktik predatory pricing dari pabrik semen asing yang beroperasi di Indonesia.

"Kita tidak perlu membangun pabrik baru, lalu ada praktek predatory pricing oleh investor China, dimana dia jual murah dalam rangka menghancurkan harga dan industri semen kita," kata Andre.

"Dan KPPU saya pelapornya Agustus 2019, Alhamdulillah 5 Januari 2021 itu sudah diputuskan oleh KPPU oleh Conch Kalimantan Selatan itu bersalah dan didenda Rp 22 miliar, dan sudah dikukuhkan MA pada 12 Agustus kemarin, Inkrah di denda melakukan predatory pricing, itu yang perlu di pikirkan pemerintah. Tapi nyatanya pemerintah terus membuka izin baru tidak memikirkan investor lama dan industri yang ada, tapi terus membuka," jelasnya.

Andre mengatakan hal ini harus dipikirkan oleh pemerintah saat ini, ketimbang memberikan izin pembangunan pabrik semen baru. Dia juga mempertanyakan kepentingan pemberian izin pabrik baru yang dilakukan pemerintah ini apa menjadi kepentingan negara atau kepentingan investor.

"Saya pikir publik harus tahu kita tidak butuh pabrik semen sampai 2030, pertanyaannya ini kepentingan siapa, kami siap bongkar ini di dapat dengan Komisi VI nanti," jelasnya.

Soal keputusan KPPU ini bisa klik di sini.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Pabrik Semen Baru Saat Over Produksi, Pengawasan Gimana?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular