
Pasukan AS Resmi Tinggalkan Afghanistan, What's Next?

Jakarta, CNBC Indonesia - Untuk pertama kalinya sejak 2001 tidak ada lagi tentara Amerika Serikat (AS) di Afghanistan. Pasukan AS resmi keluar dari negara tersebut setelah menyelesaikan evakuasi sebagian besar warganya dan ribuan warga Afghanistan pada hari ini, Selasa (31/8/2021).
Lebih dari 114.000 orang telah diterbangkan dari Bandara Internasional Hamid Karzai di Kota Kabul dalam dua minggu terakhir.
Tetapi berakhirnya keterlibatan militer AS di Afghanistan menimbulkan serangkaian pertanyaan baru bagi Presiden Joe Biden dan pemerintahannya.
Berikut penjelasan apa saja yang akan terjadi pasca angkat kakinya AS dari salah satu negara di Asia Selatan tersebut, sebagaimana dilansir dari Reuters, Selasa (31/08/2021).
Mereka yang Tertinggal
AS telah mengevakuasi lebih dari 5.500 warganya sejak penerbangan evakuasi dimulai pada 14 Agustus lalu. Sejumlah kecil warga Amerika memilih untuk terus tinggal di Afghanistan agar tetap dapat berkumpul dengan anggota keluarga.
Puluhan ribu warga Afghanistan yang berisiko, seperti penerjemah yang bekerja dengan militer AS, jurnalis dan pembela hak-hak perempuan, juga telah ditinggalkan. Tidak jelas bagaimana nasib mereka, tetapi dikhawatirkan kelompok Taliban akan membalas mereka.
Pemerintahan Biden mengatakan pihaknya mengharapkan Taliban untuk terus mengizinkan perjalanan yang aman bagi orang Amerika dan lainnya untuk meninggalkan Afghanistan setelah penarikan militer AS selesai. Namun ada kekhawatiran lain, yakni belum ada bandara yang dapat berfungsi seperti sedia kala.
Meskipun begitu, Taliban berjanji untuk mengizinkan semua warga negara asing dan warga negara Afghanistan dengan izin perjalanan dari negara lain untuk meninggalkan Afghanistan. Ini tertuang dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Inggris, AS dan negara-negara lain pada Minggu (29/8/2021).
Nasib Bandara Kabul
Selama dua minggu terakhir, militer AS telah mengamankan dan mengoperasikan Bandara Internasional Hamid Karzai Kabul dengan hampir 6.000 tentara.
Sepeninggal AS, Taliban sedang dalam pembicaraan dengan pemerintah seperti Qatar dan Turki untuk mencari bantuan guna melanjutkan operasi penerbangan sipil dari sana, satu-satunya cara bagi banyak orang untuk meninggalkan Afghanistan.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada Minggu bahwa perbaikan perlu dilakukan di bandara Kabul sebelum dapat dibuka kembali untuk penerbangan sipil.
Turki, yang merupakan bagian dari misi NATO, bertanggung jawab atas keamanan di bandara tersebut selama enam tahun terakhir. Menjaga bandara tetap terbuka setelah pasukan asing menyerahkan kendali sangat penting tidak hanya bagi Afghanistan untuk tetap terhubung dengan dunia, tetapi juga untuk menjaga pasokan dan operasi bantuan.
Ancaman dari ISIS
Ancaman dari ISIS juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh AS dan Taliban. Muncul pertanyaan tentang bagaimana AS dan Taliban dapat berkoordinasi dan bahkan berpotensi berbagi informasi untuk melawan kelompok tersebut.
Islamic State Khorasan (ISIS-K), dinamai menurut istilah bersejarah untuk wilayah tersebut, pertama kali muncul di Afghanistan timur pada akhir 2014 dan dengan cepat menebar kebrutalan ekstrem dengan dalih agama.
Kelompok itu mengaku bertanggung jawab atas pemboman bunuh diri 26 Agustus di luar bandara yang menewaskan 13 tentara AS dan sejumlah warga sipil Afghanistan.
AS telah melakukan setidaknya dua serangan pesawat tak berawak terhadap kelompok itu dan Biden mengatakan pemerintahannya akan terus membalas serangan itu.
ISIS adalah musuh bebuyutan Taliban. Namun para pejabat intelijen AS yakin gerakan itu menggunakan ketidakstabilan yang menyebabkan runtuhnya pemerintah Afghanistan yang didukung Barat sekarang. Ini dilakukan untuk memperkuat posisinya dan meningkatkan perekrutan anggota Taliban yang kehilangan haknya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ahli PBB: Gegara AS, Derita Perempuan Afghanistan Kian Parah
