Hati-Hati, RI Setop Ekspor Gas, Investor Bisa Ogah Investasi

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Rabu, 25/08/2021 18:05 WIB
Foto: Infografis/Ekspor Gas Indonesia/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah punya target untuk tidak lagi ekspor gas pada 2036 mendatang. Padahal potensi pasokan gas RI masih sangat melimpah, ditambah beberapa proyek gas besar yang akan mulai beroperasi pada pertengahan dekade mendatang.

Lalu, dengan kondisi seperti itu apakah menghentikan ekspor gas merupakan hal yang memungkinkan?

Praktisi Migas Widhyawan Prawiraatmadja menilai untuk jual beli gas, pada akhirnya kondisi suplai dan permintaan akan seimbang karena pasokan juga akan disesuaikan dengan permintaan yang ada. Bila nantinya potensi pasokan gas tidak bisa diserap oleh konsumen dalam negeri, maka mau tidak mau gas yang ada harus diekspor.


"Jadi, suplai yang tumpah ruah itu sebenarnya tidak ada. Pada saat potensi suplai tidak diserap oleh pasar domestik, suplai tersebut tidak jadi diproduksikan atau diekspor," paparnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/08/2021).

Menurutnya, yang sering terlupakan adalah semuanya akan tergantung pada faktor keekonomian. Jika nantinya produsen tidak bisa mengekspor, maka dikhawatirkan ini akan mengganggu nilai keekonomian proyek.

"Jadi tantangannya adalah keekonomian. Terus, kalau gak boleh ekspor, apakah ada investor yang mau? Wong minyak aja boleh diekspor walaupun kita net oil importer," jelasnya.

Sementara itu, praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan mengatakan, salah satu faktor Indonesia mengalami kelebihan pasokan gas untuk saat ini karena adanya pandemi Covid-19, sehingga industri yang menyerap gas dan listrik belum bisa menyerap gas secara maksimal.

"Selain itu, dunia juga kelebihan pasokan gas dari LNG," ujarnya.

Menurutnya, rencana penghentian ekspor gas ini juga menjadi dilema karena di satu sisi untuk mengantisipasi industri kembali normal seperti sebelum pandemi, sehingga ada potensi peningkatan kebutuhan gas, namun di sisi lain peningkatan permintaan di masa mendatang kemungkinan belum bisa optimal karena belum adanya kepastian kapan berakhirnya pandemi ini.

"Satu-satunya jalan adalah dengan mengatasi pandemi Covid-19 dengan baik dan bisa dalam waktu yang cepat, sehingga ekonomi bisa jalan kembali," ujarnya.

Jika pandemi tak kunjung bisa ditangani dengan baik, maka menurutnya kondisi ini akan terus berlangsung dan berdampak ke semua pihak, baik produsen, industri, dan pendapatan pemerintah.

"Kalau pandemi tidak bisa dibatasi dengan baik, kondisi ini akan berlangsung terus," imbuhnya.

Sementara itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan akan terjadi kelebihan pasokan gas pada 2030 mendatang.

Sekretaris SKK Migas Taslim Z. Yunus mengatakan, secara jangka panjang, selisih antara suplai dan permintaan akan jauh. Jika tidak ada ekspor, maka menurutnya ini akan menjadi kurang menarik bagi investor untuk melakukan eksplorasi di Indonesia.

"Secara long term jauh, gap supply dan demand, kalau gak ekspor, kurang menarik investor eksplorasi di Indonesia ini," tuturnya.

Taslim mengatakan Indonesia punya cekungan migas yang besar, sampai saat ini mayoritas produksi dari cekungan tersebut adalah gas, dibandingkan minyak.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Ingatkan Indonesia Jangan Kena Kutukan Sumber Daya Alam