
Bikin Nganga! Segini Potensi Pajak Digital di Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan penerimaan pajak yang cukup tinggi pada tahun depan. Angkanya cukup fantastis, yakni menembus Rp 1.262,92 triliun.
Target tersebut meningkat 10,5% dibandingkan outlook penerimaan tahun ini sebesar Rp 1.142,5 triliun. Angka ambisius ini dipasang pemerintah, karena mereka cukup optimis pemulihan ekonomi akan berlanjut yang didukung oleh reformasi perpajakan.
Pertanyananya sekarang, bagaimana cara pemerintah untuk mengejar target yang begitu tinggi pada tahun depan? Pasalnya, pemerintah tidak bisa begitu saja mengandalkan basis pajak yang itu-itu saja.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Panutan Sulendrakusuma mengatakan potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan masih cukup besar dan luas. Namun, tidak mudah untuk meningkatkan penerimaan di masa pandemi.
Panutan memandang, tekanan yang dialami perekonomian yang terkena dampak pandemi mengakibatkan potensi pajak yang bisa dikumpulkan menjadi berkurang dibandingkan saat normal.
Namun, menurutnya ekstensifikasi bisa menjadi solusi. Panutan menilai, tak ada salahnya otoritas pajak mulai gencar menyisir potensi ekonomi digital yang semakin menjamur di tanah air.
"[Seberapa besar potensinya] ada di BKF, Kementerian Keuangan. Di sana hitungannya lebih lengkap dan detail," kata Panutan saat berbincang dengan CNBC indonesia.
Lantas, berapa sih potensinya?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu pernah mengungkapkan potensi ekonomi digital Indonesia yang luar biasa. Bahkan, menurut Jokowi, nilai ekonomi digital tanah air bisa menjadi yang terbesar di Asia Tenggara pada 2030 mendatang,
Berdasarkan catatan Jokowi, nilai transaksi perdagangan digital di Indonesia mencapai Rp 253 triliun. Angka tersebut bahkan bisa meningkat hingga Rp 330,7 triliun pada tahun ini.
Bagaimana jika proyeksi tersebut benar? Setiap transaksi perdagangan digital dikenai pungutan pajak? Tentu secara langsung akan menambah pendapatan negara dalam jumlah besar.
Potensi penerimaan dari transaksi perdagangan digital sejatinya telah digambarkan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima Atas UU 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Mengutip lampiran naskah tersebut, disebutkan bahwa potensi penerimaan dari transaksi online marketplace mencapai Rp 3,63 triliun untuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan Rp 0,91 triliun untuk pajak penghasilan (PPh) pada tahun ini.
Perlu dicatat, potensi tersebut dihitung berdasarkan data faktur pajak atas komisi yang diterima oleh platform marketplace dalam masa pajak periode Januari sampai dengan Desember 2019 lalu.
Tak hanya itu, potensi penerimaan pajak atas penyaluran pinjaman melalui finansial teknologi berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2020 yakni Rp 0,43 triliun untuk PPh pasal 23, Rp 0,02 triliun untuk PPN, dan bea materai Rp 0,42 triliun.
Sedangkan potensi penerimaan atas jasa yang dilakukan oleh Youtuber pada tahun ini berdasarkan olahan data oleh otoritas pajak per jenis pajak yakni Rp 0,03 triliun dari PPh pasal 23, dan Rp 0,62 triliun dari PPN.
"Potensi penerimaan pajak tersebut berasal dari kegiatan yang pada dasarnya melibatkan pihak lain yang memegang kendali atas arus transaksi berupa arus uang, dan arus barang," tulis naskah akademik tersebut.
Namun, dijelaskan bahwa berbagai potensi tersebut belum dapat direalisasikan menjadi penerimaan negara dengan optimal lantaran karena belum adanya pengaturan yang memberikan kewenangan untuk menunjuk pihak lain sebagai pemungut pajak.
Direktorat Jenderal Pajak memang 'semakin liar' dalam berburu pajak. Tak hanya menyasar konsumen di dunia nyata melalui skema multitarif pajak, melainkan juga di dunia maya.
Dalam beberapa hari terakhir misalnya, otoritas pajak begitu gencar memantau pergerakan wajib pajak di media sosial baik di Twitter, Instagram, maupun aplikasi terbaru yang tengah hits, TikTok.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Nelmaldrin Noor mengakui bahwa pemantauan yang dilakukan otoritas pajak sudah dilakukan sejak lama dan diklaim hanya bersifat pengawasan.
"Pada dasarnya salah satu tugas pokok dan fungsi DJP adalah melakukan pengawasan terhadap wajib pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya," kata Neil kepada CNBC Indonesia.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bertambah Lagi! 6 Perusahaan Asing Bakal Setor Pajak ke RI