Sederet Alasan Truk "Obesitas" Masih Berkeliaran di Jalan Tol
Jakarta, CNBC Indonesia - Truk "obesitas" (Over Dimension Overload/ODOL) masih banyak berseliweran di jalan nasional. Padahal, pemerintah sudah memberikan mandatori bebas truk Odol pada 2023 mendatang, saat ini masih dalam tahap sosialisasi yang gencar.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, upaya mengurangi truk Odol harus dari sistem, teknologi, dan penerapan sanksi. Beberapa alasan masih adanya truk Odol antara lain banyak pengusaha pengangkut barang yang tidak memiliki surat uji berkala (KIR) resmi.
"90% lebih pengusaha besar pemilik barang berkontrak dengan pengusaha pengangkut barang yang memiliki armada truk berdimensi lebih, sehingga dipastikan semua armada tidak memiliki surat uji berkala (KIR) resmi. Dengan demikian, ada unsur kesengajaan antara pemilik barang dan pemilik kendaraan," jelasnya melalui keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Minggu (22/8/2021).
Sampai saat ini penerapan sanksi pengguna truk Odol juga masih ringan. Menurut Djoko, dampaknya belum memberikan efek jera bagi yang melanggar. Dia membandingkan, di Korea Selatan sanksi truk Odol mula dari penjara satu tahun hingga uang denda sekitar 10 juta won atau setara Rp 145 juta.
Sementara Thailand mengenakan denda 100.000 baht atau setara Rp 47,8 juta. Penegakan hukum di Indonesia hanya diberikan sanksi pidana kurungan dua bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu.
"Sehingga perlu melakukan revisi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menaikkan besaran sanksi denda, supaya memberikan efek jera," jelasnya.
Kondisi ini menurutnya tak ayal sampai saat ini di jalan raya masih berseliweran truk Odol. Dapat dipastikan, armada truk itu tidak memiliki surat uji KIR yang resmi atau tidak dilakukan uji laik jalan.
Menurutnya, pengendara truk juga enggan untuk memalsukan surat uji truk itu. Karena memiliki resiko hukuman yang lebih tinggi, sehingga banyak pengendara truk yang tidak melakukan uji laik jalan.
"Namun untuk menindaknya tidak mudah karena kewenangan PPNS Perhubungan terbatas di Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB)," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah sudah memberikan mandatori bebas truk Odol di 2023. Dalam masa sosialisasi Kementerian Perhubungan juga masih menoleransi keberadaan kendaraan Odol di jalan tol hingga 2022.
Toleransi ini merupakan jalan tengah terkait program Zero Odol yang diprotes oleh beberapa asosiasi industri. Lima Asosiasi itu yakni industri semen, baja, kaca lembaran, minuman ringan, keramik, dan kertas yang meminta kelonggaran hingga 2025.
Dari catatan pengamat transportasi ini dampak Odol ini menitik beratkan pada kerusakan jalan, kelancaran lalu lintas, dan tingkat kecelakaan. Pada 2017 Kementerian PUPR menyebutkan biaya perawatan jalan nasional mencapai Rp 47 triliun.
(wia)