Internasional

Duh Taliban Makin Dijepit, Bakal Kena Hukuman Negara Ini

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Senin, 23/08/2021 08:20 WIB
Foto: Konpres pejuang Taliban. (AP/Rahmat Gul)

Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris berencana mengajak para pemimpin dunia untuk "menghukum" Taliban. Negeri itu akan mendorong diterapkannya sanksi pada kelompok yang kini menguasai Afghanistan itu.

Hal itu bakal disampaikan dalam pertemuan Kelompok Tujuh (G7) terkait krisis Afghanistan pada Selasa (24/8/2021). Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson yang saat ini memimpin G7, menyerukan pertemuan virtual segera dengan Amerika Serikat (AS), Italia, Prancis, Jerman, Jepang dan Kanada.


"Inggris meminta negara G7 mempertimbangkan sanksi ekonomi dan menahan bantuan ke Taliban," tulis media itu dari sumber, dikutip Senin (23/8/2021). Terutama jika Taliban melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan membiarkan wilayah Afghanistan kembali digunakan jadi sarang teroris.

Media Inggris melaporkan jika Johnson juga berencana meminta Presiden AS Joe Biden untuk memperpanjang tenggat waktu penarikan pasukan AS dari Afghanistan yang berakhir 31 Agustus. Agar, lebih banyak orang dapat dievakuasi.

Sementara itu dalam pernyataan di Twitter Johnson menegaskan kembali dunia harus mencegah krisis kemanusiaan terjadi di Afghanistan. Termasuk mendukung rakyat Afghanistan yang telah mendapat keuntungan 20 tahun terakhir.

"Sangat penting bahwa komunitas internasional bekerja sama untuk memastikan evakuasi yang aman, mencegah krisis kemanusiaan dan mendukung rakyat Afghanistan untuk mengamankan keuntungan dari 20 tahun terakhir," kata Johnson di Twitter pada hari Minggu.

Sebelumnya, meski menguasai Afghanistan, kelompok Taliban disebut tidak akan dapat menguasai aset dan dana milik negara itu. Pasalnya akses menuju sebagian besar uang tunai dan stok emas negara tidak diberikan oleh Bank Sentral Afghanistan.

Gubernur bank sentral Ajmal Ahmady mengatakan di Twitter bahwa Da Afghanistan Bank (DAB) memiliki cadangan sekitar US$ 9 miliar (Rp 129 triliun). Tetapi sebagian besar aset itu disimpan di luar negeri dan di luar jangkauan Taliban.

"Sesuai standar internasional, sebagian besar aset disimpan dalam aset yang aman dan likuid seperti Treasuries dan emas," kata Ahmady seperti dilaporkan AFP, pekan lalu.

"Federal Reserve (The Fed) AS memegang US$ 7 miliar (Rp 100 triliun) dari cadangan negara, termasuk US$1,2 miliar (Rp 17 triliun) dalam bentuk emas. Sementara sisanya disimpan di rekening asing termasuk di Bank for International Settlements yang berbasis di Basel."

Seorang pejabat pemerintah AS juga telah mengonfirmasi ini. Bahwa setiap aset bank sentral yang dimiliki pemerintah Afghanistan di AS tidak akan diberikan kepada Taliban.

Sementara itu IMF juga mengambil langkah untuk memastikan Taliban tidak akan mendapatkan dana yang diperuntukkan bagi negara itu. Mereka menyatakan bahwa telah memutuskan untuk menahan bantuannya ke Afghanistan.

"Saat ini ada ketidakjelasan dalam komunitas internasional mengenai pengakuan pemerintah di Afghanistan, sebagai akibatnya negara tidak dapat mengakses ... sumber daya IMF," katanya


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Krisis Iran-Israel, Trump Tinggalkan KTT G7 Lebih Awal