Internasional

Terkuak! Ini Biang Kerok Bikin Kasus Covid Malaysia 'Meledak'

tahir saleh & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
22 August 2021 06:10
Virus Outbreak Malaysia
Foto: AP/Vincent Thian

Berdasarkan analisis James Chai, analis politik yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam kolom opininya di Al-jazeera, dilansir CNBC Indonesia, Minggu ini (22/8), infeksi harian dan jumlah kematian per kapita di Malaysia memang melampaui puncak yang terjadi di India.

Opini Chai itu dipublikasikan di media asal Timur Tengah tersebut pada 3 Agustus lalu berjudul "Malaysia: From COVID role model to a mini-India".

Pada akhir Juli lalu, kasus harian Malaysia per juta orang mencapai 515,9 dan kematian harian per juta berada di 4,95. Sebaliknya, pada puncaknya, India mencapai 283,50 kasus dan 3,04 kematian. Negara ini juga memiliki kasus per sejuta kasus tertinggi di Asia, dan salah satu per juta kematian tertinggi di Asia Tenggara.

Fasilitas-fasilitas kesehatan Malaysia terpaksa merawat pasien di tempat parkir menggunakan kasur kanvas sementara, para pasien harus memakai oksigen bergantian, dan bahkan di beberapa fasilitas kesehatan, aksi penyelamatan darurat terpaksa di lakukan di atas lantai, akibat tempat tidur yang tidak tersedia baik di UGD maupun ICU.

Para nakes juga mengatakan, banyak keluarga yang terpaksa mendapatkan rawatan di rumah sakit, dan banyak di antaranya meninggal dunia di waktu yang bersamaan.

Akibat kematian yang terus bertambah ini, fasilitas kesehatan Malaysia juga kewalahan mengurus jenazah pasien Covid 19 sehingga jenazah terpaksa di letakkan di atas trolley dan di angkut bersamaan ke tempat pengebumian.

"Setahun yang lalu, Malaysia merayakan diri sebagai negara dengan transmisi lokal Covid-19 mencapai nol selama beberapa hari, meraih banyak pujian dari para ahli asing, akademisi, dan organisasi seperti WHO," katanya.

"Tindakan cepat pemerintah Malaysia untuk menerapkan penguncian skala penuh, berinvestasi dalam pengujian dan fasilitas medis, dan menyebarkan komunikasi proaktif dengan publik menghasilkan lebih sedikit kasus daripada di seluruh Asia Tenggara," jelas Chai.

Tetapi keberhasilan negara itu, tegas Chai, juga merupakan kutukan lantaran pemerintah Malaysia cepat berpuas diri.

Menurut dia, Malaysia terlalu cepat untuk memberi selamat kepada diri sendiri karena telah berhasil menahan virus tersebut. Sebab itu, pada Agustus 2020, Malaysia memutuskan untuk mengadakan pemilihan umum di seluruh wilayah, termasuk di wilayah bagian termiskin Malaysia, Sabah.

Selama masa kampanye, maskapai penerbangan meningkatkan frekuensi penerbangan untuk mengangkut politisi dan pendukung masuk dan keluar wilayah.

Peneliti dari National University of Singapore menemukan bahwa pemilu Sabah menyumbang 70% kasus di negara bagian itu sendiri dan setidaknya 64% di wilayah lain.

Pada Januari 2021, para profesional medis menulis surat terbuka kepada Perdana Menteri (PM) Malaysia saat itu Muhyiddin Yassin tentang bencana yang akan datang di rumah sakit jika penularannya tidak dikendalikan, tapi pemerintah minim aksi.

Selain berpuas diri, kedaruratan kesehatan tahun 2021 di Malaysia juga terjadi lantaran tidak adanya kesatuan rantai komando di pemerintahan Muhyiddin.

Kabinetnya terdiri dari menteri-menteri dari berbagai partai yang merupakan saingan politik dan oleh karena itu, tidak dapat dipercaya dan tidak kooperatif dalam kerja kolektif mereka.

Pertengkaran publik antara faksi yang berbeda dari partai perdana menteri yakni Partai Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), dan Partai Organisasi Persatuan Melayu Nasional (UMNO), partai terbesar di pemerintahan, telah menghasilkan keputusan yang kontradiktif dan kebijakan yang membingungkan.

UMNO pun 'menarik diri' dari koalisi lantaran PM Muhyiddin Yassin dianggap gagal menangani pandemi.

Pada Mei lalu, ketika krisis kesehatan semakin cepat, Zahid Hamidi, Presiden UMNO, meminta publik untuk tidak mengaitkan kegagalan Muhyiddin dengan partainya, meskipun UMNO menjadi anggota pemerintah koalisi.

"Memang benar bahwa [kami] adalah bagian dari [koalisi pemerintah] ... [tetapi] sebagian besar pandangan dan saran kami tentang Covid-19 tidak mendapat banyak perhatian," katanya.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap krisis Covid-19 yang masif adalah legitimasi pemerintah yang semakin berkurang, yang mengakibatkan rendahnya kepatuhan publik terhadap langkah-langkah antipandemi.

Alih-alih bertindak sebagai panutan, para menteri dan pejabat terpilih malah secara konsisten melanggar aturan Covid-19, sehingga menimbulkan klaim standar ganda.

Para menteri dibebaskan dari masa karantina wajib 14 hari setelah kembali dari luar negeri, sementara anggota parlemen diizinkan bepergian ke luar negeri dengan bebas.

Ada laporan tentang pejabat yang tidak mematuhi pembatasan penguncian, termasuk menteri yang makan di restoran ketika tidak diizinkan.

Ketika mereka tertangkap melanggar langkah-langkah anti-pandemi, hukumannya jauh lebih ringan daripada yang akan dihadapi orang Malaysia biasa.

Insiden-insiden ini telah menyulut kemarahan publik yang semakin besar, yang telah membuat banyak orang Malaysia enggan mematuhi aturan Covid-19.

(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular