
Terungkap, 'Harta Karun' RI Bikin Neraca Dagang Gak Tekor!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengungkapkan, neraca perdagangan Indonesia surplus pada Juli 2021 mencapai US$ 2,59 miliar. Salah satu diantaranya karena disebabkan harga komoditas yang naik.
Secara rinci, Margo mengungkapkan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) di pasar dunia naik dari US$ 70,23 per barel pada Juni 2021 menjadi US$ 72,17 per barel pada Juli 2021.
"Kalau dihitung secara month to month (bulanan), harga ICP di pasar dunia meningkat 2,76% dan secara year on year (tahunan) meningkat cukup tajam 77,58%," jelas Margo dalam konferensi pers virtual, Rabu (18/8/2021).
Kemudian, dari sisi komoditas nonmigas, yang mengalami peningkatan cukup besar pada Juli 2021 dibandingkan Juni 2021 diantaranya batubara, minyak kelapa sawit, dan timah.
Batubara secara bulanan naik 16,93%, sedangkan tahunan meningkat signifikan yakni 194,74%. Adapun kelapa sawit secara bulanan naik 4,74% dan secara tahunan 52,33%. Sedangkan harga timah meningkat besar, secara bulanan meningkat 4,67% dan secara tahunan meningkat 94,74%.
Kendati demikian, kata Margo ada juga beberapa komoditas nonmigas yang mengalami penurunan harga secara bulanan, diantaranya minyak kernel, secara bulanan turun 9,28% dan secara tahunan meningkat 85,76%.
Sementara untuk komoditas karet turun secara bulanan sebesar 12,01% dan secara tahunan masih meningkat 25,83%. Demikian juga dengan tembaga, yang secara bulanan turun 1,88% dan secara tahunan meningkat 84,31%.
"Berbagai perkembangan harga komoditas internasional tadi berpengaruh terhadap ekspor-impor (neraca perdagangan) kita," jelas Margo.
Adanya peningkatan harga komoditas tersebut, membuat neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2021 mencapai US$ 2,59 miliar. Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan surplus pada Juni 2021 yang sebesar US$ 1,32 miliar.
Margo mengatakan surplus terjadi karena nilai ekspor mencapai US$17,70 miliar pada Juli 2021. Sementara nilai impor lebih kecil jika dibandingkan ekspor, yakni US$15,11 miliar.
Halaman Selanjutnya >> Ekspor Tambang Melonjak 100%
Lonjakan harga komoditas memberikan berkah terhadap ekspor Indonesia. Terlihat pada ekspor sektor pertambangan yang melonjak 105,69% (year on year/yoy) menjadi US$ 2,86 miliar.
"Pertumbuhan ekspor terbesar adalah komoditas batu bara, biji tembaga, dan lignit," kata Margo.
Diketahui harga batu bara alami peningkatan 194,7% sejak tahun lalu. Begitu juga dengan minyak kelapa sawit, timah, lignit hingga tembaga yang rata-rata naik cukup tajam.
Sektor lain yang mendorong ekspor adalah industri pengolahan dengan realisasi US$ 13,56 miliar atau tumbuh 20,15%. Sektor ini merupakan pendorong ekspor terbesar.
Minyak dan gas bumi (Migas) juga memberikan kontribusi sebesar US$ 1 miliar atau tumbuh 50,08%. Seiring juga kenaikan harga minyak dunia.
Sementara itu, sektor pertanian alami penurunan cukup dalam yaitu 17,99% menjadi US$ 290 juta. Margo menyebutkan penyebabnya adalah melemahnya kinerja produksi pertanian hingga penurunan harga global.
"Di antaranya turun hasil pertanian adalah untuk komoditas tanaman obat aromatik, rempah-rempah, kopi, dan sarang burung," jelasnya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Top! 15 Bulan Beruntun RI Tak Lagi 'Tekor' Berdagang