Harga Sembako Tak ke Mana-mana, Kelesuan Daya Beli itu Nyata!
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi Agustus 2021 masih lambat. Apakah ini pertanda daya beli masyarakat masih terpukul akibat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)?
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan I, BI memperkirakan inflasi bulan ini sebesar 0,4% dibandingkan bulan lalu (month-to-month/mtm). Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) menjadi 0,85% dan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 1,6%.
"Penyumbang utama inflasi Agustus 2021 sampai dengan minggu pertama yaitu komoditas telur ayam ras sebesar 0,03% (mtm), tomat dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,02% (mtm) dan bawang merah sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi, antara lain cabai rawit dan daging ayam ras masing-masing sebesar -0,03% (mtm), cabai merah sebesar -0,02% (mtm), kangkung, bayam, sawi hijau, kacang panjang dan jeruk masing-masing sebesar -0,01% (mtm)," sebut keterangan tertulis BI.
Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga sejumlah kebutuhan pokok lainnya juga terpantau turun. Misalnya harga beras kualitas medium pada 6 Agustus 2021 harganya Rp 11.700/kg. Turun dari posisi sebulan sebelumnya yaitu Rp 11.750.
Lemahnya laju inflasi bisa dipandang dari dua perspektif. Pertama adalah pasokan barang dan jasa yang memadai, kedua pelemahan daya beli. Dalam hal ini, sepertinya yang kedua lebih pas.
Kelesuan daya beli terlihat di komponen inflasi inti. Pos ini berisi barang dan jasa yang harganya sudah naik-turun. Saat inflasi inti melambat, artinya dunia usaha memilih untuk menahan diri menaikkan harga karena khawatir produknya tidak bisa terjual. Jadi, inflasi inti menggambarkan daya beli masyarakat.
Pada Juli 2021, inflasi inti tercatat 1,4% yoy. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 1,49% yoy.
Halaman Selanjutnya --> Masyarakat Kurang Pede Berbelanja
(aji/aji)