Harga Sembako Tak ke Mana-mana, Kelesuan Daya Beli itu Nyata!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
09 August 2021 12:34
Ilustrasi penjual sembako. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Pasar Tradisional (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi Agustus 2021 masih lambat. Apakah ini pertanda daya beli masyarakat masih terpukul akibat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)?

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan I, BI memperkirakan inflasi bulan ini sebesar 0,4% dibandingkan bulan lalu (month-to-month/mtm). Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/ytd) menjadi 0,85% dan inflasi tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 1,6%.

"Penyumbang utama inflasi Agustus 2021 sampai dengan minggu pertama yaitu komoditas telur ayam ras sebesar 0,03% (mtm), tomat dan minyak goreng masing-masing sebesar 0,02% (mtm) dan bawang merah sebesar 0,01% (mtm). Sementara itu, beberapa komoditas mengalami deflasi, antara lain cabai rawit dan daging ayam ras masing-masing sebesar -0,03% (mtm), cabai merah sebesar -0,02% (mtm), kangkung, bayam, sawi hijau, kacang panjang dan jeruk masing-masing sebesar -0,01% (mtm)," sebut keterangan tertulis BI.

Mengutip data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga sejumlah kebutuhan pokok lainnya juga terpantau turun. Misalnya harga beras kualitas medium pada 6 Agustus 2021 harganya Rp 11.700/kg. Turun dari posisi sebulan sebelumnya yaitu Rp 11.750.

Lemahnya laju inflasi bisa dipandang dari dua perspektif. Pertama adalah pasokan barang dan jasa yang memadai, kedua pelemahan daya beli. Dalam hal ini, sepertinya yang kedua lebih pas.

Kelesuan daya beli terlihat di komponen inflasi inti. Pos ini berisi barang dan jasa yang harganya sudah naik-turun. Saat inflasi inti melambat, artinya dunia usaha memilih untuk menahan diri menaikkan harga karena khawatir produknya tidak bisa terjual. Jadi, inflasi inti menggambarkan daya beli masyarakat.

Pada Juli 2021, inflasi inti tercatat 1,4% yoy. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 1,49% yoy.

inflasi

Halaman Selanjutnya --> Masyarakat Kurang Pede Berbelanja

Pada 3 Juli 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan penerapan PPKM Darurat. Kebijakan ini terpaksa ditempuh untuk meredam laju pandemi virus corona (Coronavirus Disese-2019/Covid-19) di Tanah Air.

PPKM Darurat berakhir pada 20 Juli 2021. Namun selepas itu bukan berarti ada pelonggaran, karena kebijakan dan mobilitas masyarakat masih dibatasi dengan PPKM Level 4.

Sedianya PPKM Level 4 selesai pada 2 Agustus, tetapi Kepala Negara memutuskan untuk diperpanjang hingga 9 Agustus, yaitu hari ini. Apakah nanti PPKM Level 4 berlanjut atau berhenti, kita nantikan saja pengumuman dari Presiden Jokowi.

Namun PPKM yang membuat aktivitas ekonomi menjadi 'separuh napas' tentu mempengaruhi daya beli rakyat. Pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) sepi pembeli, atau bahkan tidak ada sama sekali. Pekerja kantoran pun lebih hati-hati dalam berbelanja, karena ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih membayangi. Intinya, masyarakat kurang percaya diri untuk melakukan konsumsi.

"Penerapan PPKM Level 4 diperkirakan mengurangi aktivitas di perekonomian, khususnya yang identik dengan mobilitas seperti kegiatan konsumsi dan investasi. PPKM juga akan memberikan dampak ke sektor yang tergantung terhadap mobilitas masyarakat seperti perdagangan, transporasi, hotel dan restoran, serta akomodasi makan-minum. Oleh karena itu, kita semua memiliki kepentingan bersama untuk benar-benar mengendalikan varian delta Covid-19 yang akan memberikan downside risk ke outlook PDB paruh kedua 2021," jelas Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dalam konferensi pers pekan lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular