
Pandemi Covid-19, Ekonomi Meroket 7,07% & Prestasi Jokowi

Rem pertama yang ditarik Jokowi pada kuartal II tahun lalu membuat ekonomi langsung jatuh -5,3%. Indonesia akhirnya mengikuti beberapa negara lain yang sebelumnya sudah lebih dulu masuk di zona resesi.
Kuartal berikutnya, ekonomi Indonesia beranjak pulih meskipun masih kontraksi. Situasi ini berlanjut sampai pada kuartal I-2021. Patut dipahami, setiap kali rem dilepas dan gas ditekan maka yang terjadi adalah kenaikan kasus positif covid.
Akhirnya pada kuartal II-2021 Indonesia berhasil keluar dari jurang resesi. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan pertumbuhan ekonomi tanah air mencapai 7,07%. Ini bahkan tertinggi sejak kuartal IV-2004 silam.
Ada dua faktor utama yang membuat ekonomi Indonesia tumbuh tinggi. Pertama adalah basis yang rendah (low-base effect).
Pada kuartal II-2020 yang menjadi perbandingan, PDB Indonesia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) lebih dari 5% yoy karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Jadi kalau ada perbaikan sedikit saja pasti ada pertumbuhan yang tinggi.
Kedua, memang ada perbaikan dari berbagai aktivitas ekonomi. Konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,93% dan LNPRT tumbuh 4,12%. Indikasi ini awalnya sudah terlihat seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat.
Selanjutnya belanja pemerintah tumbuh 8,06%, investasi/PMTB tumbuh 7,54%, ekspor tumbuh 31,78% dan impor tumbuh 31,22%.
Hanya saja patut dipahami, bahwa raihan ini belum menggambarkan kondisi normal, yaitu sebelum adanya pandemi covid.
"Perekonomian sudah ada perbaikan namun ini belum kembali pada pra covid. Jadi perbaikan sudah ada, sudah positif, tapi pencapaiannya belum sama seperti pada kondisi normal. Tapi secara teknis, kita sudah keluar dari resesi," jelas Kepala BPS Margo Yuwono.
(mij/mij)[Gambas:Video CNBC]