
Masuk Fortune Global 500, Apa Kelebihan Pertamina?

Meski terdapat tekanan kinerja akibat pandemi, Fortune mencatat bahwa kontribusi 500 perusahaan di dalam daftar mereka tercatat dalam perekonomian dunia masih besar, karena total pendapatan mereka setara dengan sepertiga kue ekonomi dunia. Bedanya hanya satu: maskapai penerbangan yang tahun lalu berada di jajaran tersebut, kini semuanya terpental.
Porsi negara penyumbang nama-nama di jajaran Fortune Global 500 juga tidak berubah, dengan masih kuatnya dominasi China sebagai negara penyumbang terbanyak perusahaan yang masuk di daftar.
Pada tahun ini, ada 135 perusahaan asal Negeri Tirai Bambu yang masuk ke dalam daftar tersebut, atau naik dari tahun sebelumnya sebanyak 124 perusahaan. Amerika Serikat (AS) yang mengekor di posisi kedua hanya mencatatkan tambahan 1 perusahaan, menjadi 122 nama.
Tren tingginya kontribusi wilayah Asia dan turunnya kontribusi Amerika Utara ini sudah terjadi sejak tahun 2001, bersamaan dengan bangkitnya raksasa-raksasa baru di Tiongkok. Kontribusi Eropa juga terus menurun.
Jika pada tahun 2001 AS dan Kanada menyumbang 215 nama, maka pada tahun 2017 jumlahnya susut menjadi 143 perusahaan. Eropa juga turun dari 158 menjadi 143 nama pada kurun waktu yang sama. Sebaliknya, China menerjang dari hanya 10 perusahaan (pada 2001) menjadi 109 (pada 2017).
Jika menyusuri latar belakang sektor yang digarap para jawara di Fortune Global 500, satu hal belum berubah. Dominasi sektor energi masih terlihat, di mana perusahaan dengan pendapatan tertinggi di 31 negara penyumbang para jawara tersebut kebanyakan adalah perusahaan energi.
Ada 15 negara di mana perusahaan berpendapatan tertingginya bergerak di sektor energi, mulai dari BP (Inggris), Royal Dutch Shell (Belanda), Glencore (Swiss), Saudi Aramco (Arab Saudi), BHP (Australia), dan Gazprom (Rusia). Indonesia dengan Pertamina adalah salah satunya.
Hanya saja, semuanya belum mampu mengalahkan Walmart yang berada di posisi puncak Fortune Global 500 selama 8 tahun berturut-turut, dengan perolehan pendapatan sebesar US$ 559 miliar. Sebagai gambaran saja, angka penjualan peritel terbesar AS tersebut baru dibukukan Pertamina setelah berjualan BBM dan produk lainnya selama 13 tahun.
Jika ditotal, pendapatan ke-31 jawara antar negara tersebut mencapai US$ 3,9 triliun, dengan memperkerjakan 8,4 juta pekerja di seluruh dunia. Hanya saja, belum ada nama perusahaan teknologi raksasa atau decacorn yang menggusur posisi mereka di tiap negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)[Gambas:Video CNBC]