Transportasi Jabodetabek Bakal Integrasi, Ini Usulan Tarifnya

Jakarta, CNBC Indonesia- Direktur Utama PT JakLingko Indonesia Muhammad Kamaluddin mengungkapkan integrasi yang dilakukan pada transportasi umum di Jakarta bukan hanya dari sisi fisik, melainkan juga tarif. Adanya tarif yang terintegrasi memudahkan masyarakat menjangkau seluruh moda transprotasi dengan harga yang lebih terjangkau.
Untuk mengintegrasikan tarif ini, JakLingko menguji 5 skema tarif dengan mempertimbangkan kemampuan membayar, kemauan membayar berdasarkan mobilitas masyarakat. Dari hasil survei yang dilakukan rata-rata tarif berdasarkan mobilitas masyarakat termasuk yang berpenghasilan rendah adalah Rp 5.000. Sementara yang saat ini dibayarkan adalah Rp 4.300 per perjalanan, sehingga masih ada ruang untuk penyesuaian tarif.
"Untuk integrasi tarif ini kami menemukan 'distance based' sebagai yang paling ideal, dengan mempertimbangkan keberlanjutan dari operator, dan memenuhi kebutuhan untuk cover semua biaya, serta operasional. Dengan begitu dalam jangka panjang pemerintah bisa mengurangi subsidi buat para operator," kata Kamaluddin.
JakLingko juga merekomendasikan dua tingkat tarif berdasarkan layanan urban (MRT, LRT, dan Transjakarta) dan Sub Urban (KCI), berdasarkan karakteristik layanan jarak antar stasiun dan halte. Tarif terintegrasi ini ditargetkan dapat diterapkan pada Maret 2022, dan mengembangkan transportasi yang ada didalamnya.
"Sistem tarif berbasis jarak ini akan ditetapkan atau diimplementasikan di fase 2, dan kami sedang berkoordinasi dengan tim penyusunan tarif," ujarnya.
Kamaluddin memaparkan 2 tingkat tarif terintegrasi ini juga terjadi transfer rebate bila ada perpindahan antar moda. JakLingko mengusulkan tarif dasar untuk urban (MRT, LRT, Transjakarta) 0-2 kilometer (km) pertama sebesar Rp 2.500.
"Kenapa 2 km, karena kami melakukan survei dari sisi mobilitas dan infrastruktur yang ada, rata-rata jarak antar stasiun/halte 2 km. Sehingga ini membantu warga yang mobiltas pendek dengan hanya membayar tarif ini," kata dia.
Kemudian untuk 3-17 km berikutnya ada kenaikan Rp 500 per km hingga batas maksimal Rp 10.000. Angka maksimal tersebut ditetapkan berdasarkan kemampuan membayar masyarakat dan kota-kota yang dijadikan bench mark.
Jika berpindah antar moda di tingkat urban, maka pada perjalanan berikutnya penumpang tidak hanya membayar boarding fee lagi, melainkan dihitung per kilometer setelahnya.
Sementara untuk sub urban, jarak interval tarif dasarnya 0-3 km dengan boarding fee Rp 2.000, dan Rp 125 per kilometer berikutnya dengan maksimal Rp 10.000. Saat ini untuk KCI, kenaikan tarif dikenakan setiap 10 km sebesar Rp 1.000.
Ketika nanti ada peralihan dari KCI ke angkutan urban, maka maksimum plafonnya menjadi Rp 15.000 setelah penggabungan.
Sementara itu, Waktu tempuh maksimum di integated public transport (IPT) ini diusulkan 180 menit berdasarkan total waktu tempuh terpanjang saat ini di dalam sistem IPT. Sementara waktu transfer 45 menit didasarkan pada waktu transfer maksimal dalam sistem IPT.
"Ini berdasarkan survei mobilitas di Jabodetabek hanya 3 jam. Jadi ketika melebihi ini akan ada semacam pinalti. Jika masih di bawah 180 menit boarding feenya tidak perlu dibayarkan lagi," ujar dia.
![]() o |
Sementara itu, Plt Direktur Utama Kereta Commuter Indonesia (KCI) Roppiq Lutzfi Azhar mengungkapkan masih ada ruang untuk penyesuaian tarif perjalanan CommuterLine di atas tarif yang ada saat ini. Dia mengungkapkan dalam beberapa tahun terakhir tidak banyak perubahan tarif yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki jaringan 105 stasiun di wilayah Jabodetabek ini.
"Kami sudah melakukan beberapa survei, salah satunya dengan YLKI yang menunjukan kemampuan dan kemauan membayar penumpang sudah di atas tarif yang berjalan saat ini. Dengan begitu masih ada ruang untuk penyesuaian tarif," kata Roppiq.
Dia mengatakan saat ini tarif perjalanan 10 km pertama senilai Rp 3.000, namun dalam survei YLKI kemampuan membayar pengguna sudah di angka Rp 5.000. Kemudian untuk tarif 10 km berikutnya, saat ini masih berlaku Rp 1.000. Sementara itu dari survei tersebut willingnes and abillity to pay masyarakat di angka Rp 2.000.
"Saat ini kami masih melakukan integrasi secara fisik di beberapa stasiun, tetapi akan segera dilakukan integrasi tarif ticketing di bawah koordinasi JakLingko dalam sistem pentarifan," kata dia.
Roppiq menjelaskan tarif KCI selama ini tidak banyak berubah, pada 2013 ditetapkan untuk 5 stasiun pertama berlaku tarif Rp 3.000 dan 3 stasiun berikutnya Rp 1.000. Angka ini kemudian berubah pada 2015 menjadi 25 km pertama tarifnya Rp 3.000 dan 10 km berikutnya dikenakan Rp 1.000.
Perubahan berikutnya dilakukan pada 2016, dengan skema tetap namun ada batas tarif maksimal yang dikenakan yakni Rp 12.000, dan pada 2017 tarif maksimal disesuaikan menjadi Rp 13.000.
Pada kesempatan yang sama Kasubid Intergrasi Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Erna Suharti mengungkapkan integrasi integrasi tarif transportasi bisa membuat mobilitas masyarakat lebih efisien dan terjadi peralihan dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Dia mengungkapkan integrasi tarif ini telah terbukti berhasil diterapkan di negara lain yang memiliki transportasi yang lebih maju, salah satunya dengan electronic fare collection (EFC).
"Salah satu negara yang berhasil menerapkan sistem integrasi tarif adalah Inggris, dengan Transport For London yang merupakan badan yang bertanggung jawab atas sebagian besar aspek yang berhubungan dengan sistem transportasi London," ujar Erna.
Badan ini mengeluarkan skema pembayaran sistem 'pay as you go capping', sebuah sistem yang memungkinkan pengguna transportasi publik melakukan perjalanan dalam satu hari, namun membatasi jumlah tarif yang dibayar. Setiap pengguna yang melakukan perjalanan akan dikenakan tarif, namun apabila mencapai jumlah tertentu maka tidak perlu lagi membayar untuk perjalanan selanjutnya.
London juga menggunakan EFC yang dapat digunakan untuk semua transportasi umumnya. Selain Inggris, sistem pembayaran terintegrasi ini juga sidah digunakan oleh beberapa negera lain. Dia menyebutkan Singapura sejak 2002 telah menggunakan EZ Link, Hong Kong Sejak 1997 telah menggunakan Octopus Card.
Kemudian Filipina juga sudah menggunakan EFC bernama Beep sejak 2015, Thailand menggunakan rabbit Card sejak 2012, India menggunakan More Card sejak 2013, dan New York telah menggunakan Metro Card sejak 1993.
[Gambas:Video CNBC]
Sejarah Transportasi DKI, Dari Kuno Jadi Secanggih Singapura
(dob/dob)