Sri Mulyani & Ramalan Lebih Ngeri Hantui Dunia Setelah Covid

Redaksi, CNBC Indonesia
30 July 2021 06:50
Polusi Ibukota
Foto: REUTERS/Beawiharta

Dalam laporan berjudul "The Economics of Climate Change" yang dirilis April lalu, perusahaan reasuransi global Swiss Re Institute (SRI) memperkirakan bahwa ekonomi dunia berisiko kehilangan 18% kue ekonominya, akibat dampak perubahan iklim pada 2050 nanti.

Sebagai gambaran, Produk Domestik Bruto (PDB) dunia tahun lalu menurut data Statista nilainya mencapai US$ 84,5 triliun (Rp 1.222,1 triliun). Angka 18% tersebut setara dengan US$ 15,2 triliun yang artinya jika skenario tersebut terjadi pada tahun ini, setara dengan hilangnya PDB China (US$14,3 triliun) akibat efek bencana alam.

Dalam laporan tersebut, SRI melakukan uji tekanan (stress test) terhadap ekonomi dunia jika perubahan iklim berjalan tak terbendung. Hasilnya, mereka menemukan bahwa isu perubahan iklim bakal memukul 48 negara, yang mewakili 90% ekonomi dunia.

Ke-48 negara tersebut membentuk Indeks Ekonomi Iklim, yang menunjukkan negara yang ekonominya akan terpukul paling parah, wilayahnya paling terdampak, dan memiliki posisi terbaik untuk mengubah keadaan. Umumnya, mereka adalah negara bergaris pantai (kecuali Swiss) yang terkena dampak langsung kenaikan permukaan air laut.

Kabar buruknya, Indonesia berada di daftar tersebut dan jatuh di posisi terburuk dengan angka indeks 39,2. Indonesia kalah dari Malaysia (di posisi 47), Filipina (46), Thailand (44), dan Singapura (39) yang juga terdampak oleh isu perubahan iklim. Peringkat terbaik diduduki negara skandinavia yakni Finlandia dengan total indeks 11,3, diikuti Swiss dan Austria.

Secara umum, SRI menyebutkan situasi perubahan iklim seperti sekarang akan mempengaruhi ekonomi dunia dengan besaran antara 4-18% pada 2050. Pukulan terkecil, yakni 4% PDB dunia bakal terjadi jika target Kesepakatan Paris tercapai, yakni menurunkan suhu bumi sebesar 2 derajat celcius.

Sebaliknya, pukulan terbesar yakni 18% terjadi jika suhu bumi naik 3 derajat, alias tidak ada aksi nyata yang diambil. Asia diperkirakan menjadi yang terpukul paling utama, di mana China diprediksi kehilangan 24% PDB-nya jika skenario terburuk itu terjadi. Amerika Serikat (AS) menyusul dengan kehilangan 10% ekonominya, sementara Uni Eropa kehilangan 11% PDB.

"Risiko iklim mempengaruhi setiap masyarakat, setiap perusahaan, dan setiap orang. Mendekati 2050, populasi dunia akan tumbuh mendekati 10 miliar orang, terutama di kawasan yang paling terdampak perubahan iklim," tutur Thierry Léger, Group Chief Underwriting Officer dan Chairman Swiss Re Institute, dalam keterangan resminya.

Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah harus bertindak sekarang untuk memitigasi risiko perubahan iklim tersebut, dan untuk mencapai target emisi nol-bersih [net-zero] guna mengerem laju kenaikan suhu bumi. Catat: emisi nol bersih, dan bukannya emisi nol.



(mij/mij)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular