Produk RI Banyak Bikin Resah Tetangga, Ternyata Ini Sebabnya

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
30 July 2021 08:05
Keramik
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Ternyata banyak produk Indonesia yang bikin resah negara lain karena dianggap mengganggu pasar dan mencoba menghambatnya. Sedangkan Indonesia juga mengalami hal yang sama, melakukan hambatan terhadap produk impor negara lain.

Regulator pengamanan perdagangan dari sejumlah negara tidak tinggal diam, mereka bergerak mencari 'kesalahan', mulai dari investigasi pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) hingga safeguard sebagai bagian dari proteksi pasar.

Namun, tidak semua upaya tersebut berhasil sehingga banyak produk Indonesia yang gagal dijegal atau dihambat, antara lain oleh Malaysia hingga India.

Berikut beberapa produk Indonesia yang lolos dari anti dumping dan mulus masuk pasar negara lain:

Produk Keramik

Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia (MITI) secara resmi menghentikan penyelidikan tindakan pengamanan (safeguard) atas produk keramik (ceramic floor and wall tiles) pada 11 Januari 2021. Produk keramik Indonesia sudah bikin resah industri keramik dalam negeri Malaysia karena sangat bersaing di pasar.

Produk keramik yang terbebas dari pengenaan safeguard tersebut ada dalam kelompok pos tarif/HS code 6907.21.21, 6907.21.23, 6907.21.91, 6907.21.93, 6907.22.11, 6907.22.13, 6907.22.91, 6907.22.93, 6907.23.11, 6907.23.13, 6907.23.91,
dan 6907.23.93.

"Penyelidikan safeguard ini dihentikan hanya empat bulan setelah dimulai pada 13 September 2020. Otoritas Malaysia memutuskan menghentikan penyelidikan ini atas tiga pertimbangan," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.

Plain medium density fibre board (MDF Board)

MDF board dengan ketebalan di bawah 6 mm menjadi produk teranyar yang gagal dihambat di negara lain, yakni India. Sebelumnya, DGTR India merekomendasikan pengenaan BMAD sebesar USD 22,47/CBM-USD 258,42/CBM terhadap produk MDF Board Indonesia pada 20 April 2021. DGTR menilai adanya kerugian material di industri dalam negeri MDF Board India.

MDF Board merupakan jenis kayu olahan yang dibuat dari serpihan kayu yang dipadatkan. Pada umumnya, produk ini dijual dalam bentuk lembaran menyerupai papan sebagai pengganti plywood. Nantinya, lembaran ini dapat diolah kembali menjadi sebuah furnitur fungsional, seperti meja, kursi, dan lemari.

"Kami mengapresiasi keputusan yang diambil Pemerintah India. Setelah rekomendasi dari DGTR India keluar, kami mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan India, Menteri Perdagangan dan Industri India, serta Sekretaris Kementerian Perdagangan dan Industri India. Dalam surat tersebut, kami menyampaikan sejumlah fakta yang menunjukkan industri dalam negeri MDF Board India tidak mengalami kerugian sebagaimana dimaksud dalam Anti Dumping Agreement World Trade Organization (WTO)," ujar Mendag Lutfi.

Benang Sintetis

Di bidang tekstil. Pemerintah India melalui Kementerian Keuangan memutuskan membatalkan pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk Viscose Spun Yarn (VSY) atau benang sintetis dari Indonesia. Keputusan tersebut tertuang dalam Office Memorandum F. No. 354/154/2020 yang diterbitkan Pemerintah India pada 6 April 2021.

Kasus ini bermula pada 20 Januari 2020 saat otoritas India menginisiasi penyelidikan anti dumping untuk produk VSY dengan pos tarif/HS Code 55101110, 55101190, 55101210, 55101290, 55109010, 55109090 asal Indonesia, Tiongkok, dan Vietnam. VSY merupakan benang sintetis yang dibuat dari serat tanaman atau pulp serat kayu yang digunakan untuk proses penenunan atau pembuatan kain dan karpet.

Produk Baja

Produk baja Indonesia semula akan dikenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) di India yakni pengenaan specific duty USD 167/MT-USD 441/MT, namun teranyar Pemerintah India membatalkannya. Directorate General Trade Remedies (DGTR) merilis memo resmi yang menetapkan produk baja Flat Rolled Product of Stainless Steel (FRPSS) asal 15 negara termasuk Indonesia terbebas dari BMAD.

Selama 2020 terjadi pelemahan ekspor FRPSS ke India yakni USD 117 juta. Pada 2021, belum tampak indikasi pemulihan karena ekspor FRPSS ke India periode Januari-Mei 2021 baru terpantau sebesar USD 60 juta, masih di bawah capaian periode yang sama tahun 2020, sebesar USD 87,5 juta. Padahal di 2019 sempat mencatat USD 426 juta.

Pelemahan nilai ekspor tahun ini terindikasi adanya pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara (BMIS) atau provisional measures yang diterapkan Pemerintah India selama 4 bulan yaitu periode Oktober 2020-Januari 2021 terhadap produk FRPSS asal Indonesia sebesar 20-30 persen.

Ammonium Nitrate

Pemerintah India sempat menghambat produk ammonium nitrate Indonesia sempat mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar USD 26,07/MT terhitung sejak 12 September 2017 dan akan berakhir pada 11 September 2022. Namun, Directorate General of Trade Remedies (DGTR) India mengecualikan penyelidikan sunset review dalam notifikasi yang dikeluarkan pada 11 Juni 2021 ini.

Otoritas India mengecualikan Indonesia dengan alasan tidak ditemukan adanya impor produk ammonium nitrate dari Indonesia pada periode 2018-2020. Selain itu, DGTR India juga tidak menemukan bukti terkait kecenderungan terulangnya dumping dari Indonesia setelah pengenaan BMAD berakhir.

Produk ammonium nitrate adalah senyawa kimia yang merupakan garam nitrate dari kation amunium. Ammonium nitrate biasa digunakan dalam pertanian sebagai pupuk kaya nitrogen. Penggunaan utama lainnya adalah sebagai komponen campuran peledak yang digunakan dalam konstruksi pertambangan, penggalian, dan konstruksi sipil.

"Dengan dikecualikannya Indonesia dari penyelidikan ini, maka akses pasar produk ammonium nitrate akan kembali terbuka setelah pengenaan BMAD berakhir. Peluang ekspor ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh produsen dan eksportir Indonesia," ujar Mendag Lutfi.

Kain Bukan Tenunan

Produk kain bukan tenunan (non-woven fabric) dengan pos tarif/HS 5603.11 juga menjadi produk yang dipantau untuk dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Namun, Pemerintah India menghentikan penyelidikan kembali (re-investigasi).

Investigasi awal untuk kasus ini dilakukan sejak 16 Juni 2016 dan diputuskan untuk dihentikan pada 2 September 2017. Namun, pada 1 Juli 2020, DGTR melakukan penyelidikan kembali terhadap kasus ini dengan dasar keputusan Custom, Excise & Service Tax Appellate Tribunal (CESTAT) India pada 12 Februari 2020 yang mengabulkan gugatan industri domestik.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Didi Sumedi menjelaskan, penghentian penyelidikan untuk kali kedua ini merupakan bukti kerja sama yang solid antara pemerintah, asosiasi, dan eksportir.

"Selain itu, keputusan India tersebut membuktikan bahwa eksportir Indonesia tidak melakukan praktik dumping terhadap produk kain bukan tenunan ke India. Tentunya, peluang ini harus dimanfaatkan secara optimal oleh para eksportir," jelasnya.

Trafo Daya

Australia mencabut pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 28,3 persen untuk eksportir produk trafo daya (power transformers) asal Indonesia. Keputusan ini ditetapkan berdasarkan laporan akhir dari Anti Dumping Review Panel (ADRP) Australia yang dirilis pada 14 September 2020.

Produk trafo daya adalah perangkat listrik pasif yang mentransfer energi listrik dari satu rangkaian listrik ke rangkaian lainnya atau beberapa rangkaian. Trafo paling sering digunakan untuk meningkatkan tegangan listrik rendah pada arus tinggi atau menurunkan tegangan listrik tinggi pada arus rendah dalam aplikasi tenaga listrik dan untuk menggabungkan tahapan rangkaian pemrosesan sinyal elektromagnet.

Laporan akhir ini merupakan hasil upaya banding perusahaan yang didukung Pemerintah Indonesia atas keputusan Australia yang memperpanjang penerapan BMAD selama lima tahun ke depan dengan besaran 28,3 persen berdasarkan temuan penyelidikan peninjauan kembali (review) pada 6 November 2019 silam.

"Sejak awal penyelidikan, baik pemerintah maupun eksportir selalu bersikap kooperatif. Australia tetap mengenakan BMAD setelah sunset review dan Indonesia mengajukan banding ke ADRP karena tidak terdapat bukti yang mendukung untuk dilanjutkannya perpanjangan pengenaan BMAD tersebut," ujar Didi.

Halaman Selanjutnya >> Produk Negara Lain Juga Bikin Resah RI

Bukan hanya negara lain yang melakukan langkah itu, melainkan Indonesia juga mengenakan sejumlah produk impor dari negara lain karena terbukti melanggar aturan tersebut.

Salah satunya produk Biaxially Oriented Polyethylene Terephtalate (BOPET) dari India, Republik Rakyat China, dan Thailand. Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan memperpanjang pengenaan Bea Masuk Anti Dumping terhadapproduk tersebut.

Aturan itu tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.010/2021 yang merupakan aturan pengganti dari PMK Nomor 22/PMK.010/2015 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping terhadap Impor Produk BOPET dari India, RRC, dan Thailand.

"Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri- Keuangan mengenai Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor,: dikenakan Bea Masuk Anti Dumping," tulis Pasal 1 PMK 11/2021.

Dengan adanya belied ini, artinya pemerintah memperpanjang bea masuk anti dumping atas impor produk BOPET dari ketiga negara tersebut. Kebijakan itu akan mulai berlaku setelah 14 hari terhitung sejak tanggal diundangkan atau tepatnya pada 17 Februari 2021, dan akan berlaku selama 5 tahun sejak berlakunya PMK ini.

Pertimbangan pengenaan bea masuk anti dumping terhadap impor produk BOPET dari India, China, dan Thailand ini, karena sesuai hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia, pengenaan bea masuk anti dumping masih diperlukan untuk mencegah tindakan dumping berulang kembali, dan mengakibatkan kerugian bagi industri dalam negeri.

Dalam Pasal 1 beleid PMK 11/2021 tersebut, dijelaskan, pengenaan bea masuk anti dumping BOPET yang dikenakan, yakni dalam bentuk pelat, lembaran, film, oil, dan strip lainnya, dari plastik, non seluler dan tidak diperkuat, tidak dilaminasi, tidak didukung atau tidak dikombinasi dengan cara semacam itu dengan bahan lain yang termasuk dalam pos tarif ex 3920.62.10 dan ex 3920.62.90.

Indonesia juga menekan impor karpet dan tekstil penutup lantai lainnya dari China, Turki, dan Jepang. Caranya, Menkeu akan mengenakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard.

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan terhadap Impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya. Aturan ini mulai berlaku per tanggal 23 Februari 2021.

Safeguard atas impor karpet dan tekstil penutup lantai lainnya dari ketiga negara tersebut dikenakan selama tiga tahun. Tahun pertama, dengan periode satu tahun dikenakan tarif BMTP sebesar Rp 85.679 per meter persegi.

Tahun kedua, dengan periode satu tahun terhitung setelah tanggal berakhirnya tahun pertama besaran BMTP yakni Rp 81.763 per meter persegi. Tahun ketiga, dikenakan tarif BMTP senilai Rp 78.027 per meter persegi.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga menekan impor sirop fruktosa asal China melalui pengenaan instrumen fiskal yakni bea masuk. Hal tersebut sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 126/PMK.010/2020 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Sipor Frukrosa. Beleid ini mulai berlaku per tanggal 17 September 2020.

Pengenaan safeguard dikenakan selama tiga tahun dengan ketentuan di tahun pertama sejak berlakunya PMK 126/2020 dikenakan tarif 24%. Kemudian, di tahun 2021-2022 besaran bea masuk tindakan pengamanan sebesar 22%. Lalu, 2022-2023 tarifnya menjadi 20%.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular