Ancaman Ini Lebih Seram dari Covid, Simak Jurus Sri Mulyani!

News - Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
28 July 2021 10:20
Sri Mulyani dalam acara ESG Capital Market Summit 2021. (Dok: Youtube Indonesia Stock Exchange) Foto: Sri Mulyani dalam acara ESG Capital Market Summit 2021. (Dok: Youtube Indonesia Stock Exchange)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ke depan, dunia akan menghadapi ancaman bencana lain yang dampaknya sama atau mungkin lebih besar dari pandemi Covid-19. Adalah climate change atau perubahan iklim.

"Climate change adalah global disaster yang magnitudenya diperkirakan akan sama seperti pandemi Covid-19," ujar nya dalam ESG Capital Market Summit.

Ia menjelaskan, yang membedakan dari kedua bencana ini adalah Covid-19 muncul tanpa peringatan dan penyebarannya sangat cepat hingga ke seluruh negara di dunia. Pandemi juga mengubah kebiasaan manusia karena mobilitas harus dibatasi.

Sedangkan, perubahan iklim adalah ancaman bencana yang nyata di kemudian hari berdasarkan penelitian oleh para ilmuwan di dunia. Sama seperti pandemi, perubahan iklim juga tidak bisa dihindari oleh semua negara.

Sebab, makin suatu negara membangun maka mobilitas akan semakin tinggi dan penggunaan energi semakin besar, maka tekanan bagi sumber daya alam menjadi makin sangat nyata.

"Sama seperti pandemi, tidak ada satu negara yang bisa escape atau terbebas dari ancaman climate change. Bahkan sama seperti pandemi, negara yang paling tidak siap dari sisi sistem kesehatannya, dari sisi kemampuan fiskalnya, dari sisi disiplinnya dan dari kemampuan untuk mendapatkan vaksin dan melakukan vaksinasi mereka mungkin akan terkena paling berat dampaknya dari pandemi," kata dia.

Dengan kondisi dampak yang akan sama besar dengan Covid-19, maka seluruh negara di dunia juga perlu mempersiapkan kebijakan untuk memitigasi dampaknya. Termasuk Indonesia sebagai salah satu negara besar dari sisi geografisnya, jumlah penduduk dan size ekonominya di antara negara G20.

"Oleh karena itu seluruh dunia sekarang berikhtiar untuk menghindarkan dampak katastropik dari climate change ini. Dan momentum ini bahkan meningkat dalam beberapa pertemuan pemimpin dunia," jelasnya.

Menurutnya, salah satu langkah Indonesia untuk memitigasi dampak dari perubahan iklim ini adalah mengurangi penggunaan karbon emisi dengan rencana penerbitan pajak karbon. Pajak karbon ini sudah diajukan ke DPR RI dan diharapkan bisa segera diimplementasikan di tahun depan.

Selain itu, Indonesia juga akan memiliki Sustainable Development Goals (SDGs) bond. Saat ini sedang dalam tahap review oleh lembaga internasional.

"SDGs bond ini sekarang sudah di dalam tahap review oleh eksternal reviewer," kata dia.

Lanjutnya, SDGs bond dibentuk oleh pemerintah setelah sukses dengan green bonds atau pembiayaan hijau yang dibentuk pada tahun 2018 lalu. Adapun SDGs bond ini akan memiliki skema yang sama dengan green bond, yakni digunakan untuk pembangunan berkelanjutan atau proyek-proyek yang ramah lingkungan sesuai dengan standar internasional.

Ini sejalan dengan langkah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon hingga 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional di tahun 2030.

"Sama seperti penerbitan green bonds kita yang kita direview secara internasional, apakah instrumen ini mencerminkan komitmen dari projek yang sustainable dan sesuai dengan prinsip-prinsip climate change," imbuhnya.

Untuk mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan ini, ia menuturkan membutuhkan perkiraan anggaran US$ 5-7 triliun. Anggaran yang sangat besar sehingga partisipasi swasta dan dana internasional dibutuhkan untuk memenuhinya.

"Estimasinya US$ 5-7 triliun untuk mencapai SDGs secara dunia. Ini artinya ada potensial financing yang kita bisa manfaatkan. Di dalam konteks ini Indonesia ekstensinya sangat penting karenanya kami kolaborasi besar seperti secara internasional dan melibatkan filantropi, donor internasional dan investor internasional," tuturnya.

"Sama seperti penerbitan green bonds kita yang kita direview secara internasional, apakah instrumen ini mencerminkan komitmen dari projek yang sustainable dan sesuai dengan prinsip-prinsip climate change," imbuhnya.

Untuk mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan ini, ia menuturkan membutuhkan perkiraan anggaran US$ 5-7 triliun. Anggaran yang sangat besar sehingga partisipasi swasta dan dana internasional dibutuhkan untuk memenuhinya.

"Estimasinya US$ 5-7 triliun untuk mencapai SDGs secara dunia. Ini artinya ada potensial financing yang kita bisa manfaatkan. Di dalam konteks ini Indonesia ekstensinya sangat penting karenanya kami kolaborasi besar seperti secara internasional dan melibatkan filantropi, donor internasional dan investor internasional," jelasnya.


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Ini Ramalan Ngeri IMF Buat Flowering Country, Termasuk RI!


(mij/mij)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading