
2021, Awalnya Gilang-gemilang Kini Jadi Menantang...

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemarin, Bank Indonesia (BI) membawa kabar yang kurang sedap. Berdasarkan hasil asesmen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juli 2021, diputuskan bahwa bank sentral memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Ibu Pertiwi.
"Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 menjadi 3,5-4,3% dari proyeksi sebelumnya 4,1-5,1%," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG.
Penyebabnya adalah kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang ditempuh pemerintah mulai 3 Juli. Pada 21 Juli, namanya berganti menjadi PPKM Level 4 meski aturan mainnya tidak berubah.
Pekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal bekerja 100% dari dari rumah. Kegiatan belajar mengajar pun dilakukan dari jarak jauh.
Kemudian warung makan, restoran, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan tidak boleh melayani pengunjung yang makan-minum di tempat, hanya boleh dibawa pulang atau pesan antar. Pelaku perjalanan domestik pun harus melengkapi sejumlah persyaratan seperti kartu vaksin dan keterangan bebas Covid-19 berdasarkan uji antigen atau PCR.
Kebijakan ini terpaksa ditempuh demi mengerem laju pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Selepas libur Idul Fitri, kasus positif corona di Indonesia memang meningkat pesat.
Per 22 Juli 2021, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah pasien positif corona adalah 3.033.339 orang. Bertambah 49.509 orang dari hari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 43.968 orang dalam sehari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 25.985 orang per hari.
![]() |
Halaman Selanjutnya --> Ekonomi Indonesia Terpukul Keras
PPKM (Darurat, Level 4, apapun namanya) bertujuan mulia yaitu menyelamatkan nyawa jutaan rakyat Indonesia. Sebab kalau aktivitas dan mobilitas publik tidak dikurangi, maka risiko tertular virus corona akan semakin tinggi. Apalagi sekarang sudah muncul virus corona varian delta yang lebih menular.
Namun aktivitas dan mobilitas masyarakat yang terbatas menimbulkan dampak yang teramat berat. 'Roda' ekonomi bergerak sangat lambat. Ini yang membuat BI terpaksa menurunkan 'ramalan' pertumbuhan ekonomi.
"Pada triwulan III 2021, pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan lebih rendah sehubungan dengan kebijakan pembatasan mobilitas yang harus ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi peningkatan penyebaran varian delta Covid-19. Penurunan pertumbuhan terutama terjadi pada konsumsi rumah tangga karena terbatasnya mobilitas, di tengah peningkatan stimulus bantuan sosial oleh pemerintah, dan tetap kuatnya kinerja ekspor," lanjut Perry.
BI tidak sendiri, sejumlah insitusi juga merevisi ke bawah perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Moody's Analytics, misalnya, memotong proyeksi pertumbuhan ekonomi Tanah Air dari 6,1% menjadi 4,5%.
"Memasuki kuartal III, belum jelas bagaimana lonjakan kasus Covid-19 akan mempengaruhi kinerja ekonomi. Namun kami memperkirakan Indonesia akan mengalami pukulan keras. Ini membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi yang sudah direvisi menjadi 4,5% pun menjadi sangat berisiko.
"Di Indonesia, konsumsi rumah tangga adalah penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, perbaikan disisi ekspor tidak akan banyak membantu secara agregat," papar Katrina Ell, Ekonom Moody's Analytics, dalam risetnya.
![]() |
Halaman Selanjutnya --> Semua Karena Varian Delta
Awalnya, 2021 digadang-gadang sebagai tahun kebangkitan yang gilang-gemilang. Maklum, 2020 sudah sangat berat karena pandemi virus corona membuat dunia terpaksa 'digembok'.
Pada akhir 2020, harapan itu datang. Vaksin anti-virus corona sudah tersedia. Vaksin, jika manjur, akan membentuk kekebalan tubuh untuk melawan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Namun kemudian tragedi datang lagi, kali ini dari India. Virus corona bermutasi di Negeri Bollywood sehingga melahirkan varian delta yang lebih menular dari sebelumnya.
"Kita mengharapkan 2021 adalah tahun pemulihan. Namun kemudian dihadapkan pada tantangan varian delta yang tingkat penularannya 50% lebih tinggi dibandingkan varian alpha," tegas Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan.
Jadi meski sudah ada vaksin, yang diharapkan menjadi game-changer, peta permainan berubah dengan kehadiran varian delta. Bermula dari India, virus corona varian delta kini menyebar ke setidaknya 111 negara, termasuk Indonesia.
Ini membuat pandemi yang awalnya sempat terkendali kini 'menggila' lagi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 22 Juli 2021 adalah 191.773.590 orang. Bertambah 512.231 orang dari hari sebelumnya, penambahan kasus harian tertinggi sejak 18 Juli.
Dalam 14 hari terakhir, pasien positif corona bertambah 494.376 orang per hari. Jauh lebih tinggi ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yakni 399.303 orang saban harinya.
![]() |
"Peningkatan infeksi yang terkait dengan varia delta menyebabkan kenaikan kasus yang substansial. Ini menyebabkan tekanan terhadap sistem pelayanan kesehatan, terutama di negara dengan tingkat vaksinasi rendah, menjadi sangat berat," sebut laporan WHO.
Kini penyebaran virus corona varian delta di India mulai melambat, di mana kasus kasus harian stabil di kisaran 30.000-40.000 per hari selama dua pekan terakhir. Namun di negara-negara lain seperti Indonesia, Iran, Rusia, Inggris, hingga Amerika Serikat (AS), virus corona varian delta sedang ganas-ganasnya.
"Di Asia Tenggara, peningkatan tertinggi terjadi di Indonesia di mana virus corona varian delta menjadi 'tersangka' utama. Sejak awal Juni, terlihat terjadi lonjakan kasus yang tajam. Lebih dari 90% sampel yang diuji setelah pertengahan Juni terkonfirmasi mengandung genome varian delta," tulis Amitabh Sinha, Editor dan Kolumnis The Indian Express.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Efek Corona Delta ke Ekonomi Dunia, Ngeri Nggak Ada Sedapnya!
