Johnson & Johnson Terlibat Kasus Peredaran Obat Terlarang
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS) yang juga dikenal sebagai salah satu produsen vaksin Covid-19, Johnson & Johnson (J&J), terlibat masalah hukum yang serius. Kali ini, J&J terlibat dalam pelanggaran peredaran obat opioid.
Mengutip Reuters, Jaksa Agung AS saat ini telah menjatuhkan hukuman denda sebesar US$ 26 miliar atau setara Rp 378 miliar kepada J&J dan tiga perusahaan penjualan obat lainnya.
"McKesson Corp, Cardinal Health Inc, dan AmerisourceBergen Corp akan membayar gabungan US$ 21 miliar, sementara Johnson & Johnson akan membayar US$ 5 miliar," kata seorang sumber.
Meski begitu, beberapa negara bagian saat ini juga diketahui sedang berpikir untuk menerapkan tarif yang berbeda. Negara bagian New York, disebut sudah memiliki angka tambahan pasti yang akan dibebankan kepada J&J dan tiga perusahaan lainnya.
"New York pada hari Selasa (20/7/2021) diperkirakan akan mengumumkan bahwa distributor telah menyetujui dana penyelesaian tambahan US$ 1 miliar," pungkas sumber itu.
Sementara itu, pihak J&J menyebut bahwa pihaknya masih bernegosiasi untuk menemukan jalan keluar yang terbaik. Mereka mengaku akan tetap berkomitmen menyelesaikan masalah tersebut dan tidak akan melepas tanggung jawabnya.
"Masih ada kemajuan menuju penyelesaian perjanjian ini dan kami tetap berkomitmen untuk memberikan kepastian bagi pihak-pihak yang terlibat dan bantuan penting bagi keluarga dan masyarakat yang membutuhkan," kata J&J dalam sebuah pernyataan.
Hampir 500 ribu orang meninggal karena overdosis opioid di AS dari 1999 hingga 2019, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS. Krisis overdosis opioid ini memburuk selama pandemi Covid-19.
CDC pekan lalu mengatakan data sementara menunjukkan bahwa 2020 adalah tahun rekor kematian overdosis obat dengan 93.331 kasus, naik 29% dari tahun sebelumnya. Dari angka itu, opioid menyumbang sekitar 74,7%, atau 69.710 kasus.
Para distributor dituduh melakukan kontrol yang longgar yang memungkinkan sejumlah besar obat penghilang rasa sakit adiktif itu dialihkan ke saluran ilegal, menghancurkan komunitas. Dari segi lain, J&J dituduh meremehkan risiko kecanduan.
Di Indonesia, penggunaan opioid sendiri harus mendapatkan resep dokter. Pasalnya obat ini sangat adiktif dan bila tidak digunakan dengan ketat akan mampu menimbulkan kecanduan akut. Salah satu obat opioid yang sering disalahgunakan yaitu heroin.
(dob/dob)