
Gak Cuma PLTS dan DME, Ini Rencana Energi Hijau PTBA

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mulai merambah portofolio bisnisnya ke arah energi hijau. Hal ini terutama dipicu karena adanya transisi energi dunia dari energi fosil ke energi bersih.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Suryo Eko Hadianto mengatakan, sebelum masifnya isu lingkungan, selama ini perusahaan memiliki tiga fokus utama, antara lain ekspansi angkutan batu bara, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang, dan hilirisasi batu bara.
Proyek hilirisasi yang tengah digarap PTBA adalah proyek gasifikasi batu bara yakni mengubah batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di mana DME ini nantinya akan digunakan untuk substitusi liquefied petroleum gas (LPG) yang selama ini masih banyak diimpor.
Namun ketika isu lingkungan disorot dunia, perusahaan menambah dua pilar lagi sebagai bentuk kontribusi perusahaan terhadap penurunan emisi karbon.
"Dengan berangkat adanya Paris Agreement, dan berita besar masalah pendanaan (batu bara), penolakan makin kencang makin terasa, kita tambah dua pilar," paparnya dalam Investor Daily Summit 2021, Rabu (15/07/2021).
Dia mengatakan, tambahan dua pilar tersebut yaitu terkait peningkatan energi baru terbarukan (EBT) dan manajemen karbon. Menurutnya, PTBA akan benar-benar terjun ke proyek EBT melalui proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
"Kita akan benar-benar masuk ke EBT dan sekaligus kita sedang jajaki manajemen karbon di Indonesia, masuk jadi company yang lakukan manajemen karbon di Indonesia," jelasnya.
Dia menjelaskan, saat ini PTBA telah melakukan kerja sama dengan Angkasa Pura melalui proyek PLTS dengan kapasitas 241 kilo Watt peak (kWp) dan saat ini sudah berjalan. Adapun nilai investasi yang digelontorkan sebesar US$ 194.000.
"Kecil (investasinya) karena memang langkah pilot (uji coba), sudah jalan dan menambah keyakinan kami masuk ke EBT," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan. dalam menggarap proyek PLTS, per 1 Mega Watt (MW) dibutuhkan lahan seluas 1 hektar. Lahan ini menjadi komponen biaya dalam mengembangkan PLTS.
Kondisi berbeda bagi perusahaan tambang yang sudah punya lahan bekas tambang. Ini bisa dimanfaatkan untuk membangun PLTS. Menurutnya, komponen biaya konstruksi dan panel untuk lahan 1 hektar menghasilkan listrik 1 MW adalah Rp 10 miliar. Biaya ini di luar biaya tanah.
"Nah tanah sendiri bisa mahal kalau harus investasi. Bagi kami perusahaan tambang, tanah sudah given sudah dibebaskan, kekuatan kami kembangkan PLTS di bekas tambang. Kami punya lahan luasnya 93.000 hektar, ini potensi bisa dikembangkan," jelasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perusahaan AS Mundur, PTBA Jajaki Calon Investor DME Baru
