China Mulai Operasikan 'Kerajaan' Militer Laut China Selatan
Jakarta, CNBC Indonesia - Militer China dikabarkan mulai mengoperasikan pangkalan militer di Laut China Selatan. Mengutip The Washington Times Rabu (14/7/2021), militer China mulai mengerahkan pesawat pemberi peringatan, alat pengawasan elektronik dan helikopter di wilayah itu.
Gambar satelit yang diperoleh surat kabar Amerika Serikat (AS) itu menunjukkan mobillisasi pesawat militer China PLA KJ-500 ke Mischief Reef di Kepulauan Spratly, dari Mei ke Juni. Di bulan lalu dan Juli ini, satelit juga menunjukkan bagaimana China menempatkan pesawat angkut Y-9 dan helicopter Z-8.
"Ini adalah tanda bahwa Tentara Pembebasan Rakyat China telah memulai operasi udara rutin di pangkalan," kata analis dikutip media tersebut.
Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di mana pesawat militer disebut hanya sesekali berhenti di pangkalan yang dibangun sejak 2013 itu. Di 2018, menurut media tersebut, militer China telah melengkapi pangkalan dengan rudal canggih meski China membantah.
Citra satelit itu sendiri diperoleh The Washington Times dari J. Michael Dahm, mantan perwira intelijen Angkatan Laut. Ia saat ini bekerja di Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins, AS. Namun, belum ada konfirmasi lanjut dari China soal ini.
Laut China Selatan tegang seiring dengan klaim 90% China pada wilayah itu. Kepulauan Spratly sendiri disengketakan China dengan sejumlah negara Vietnam, Malaysia hingga Filipina.
Sebelumnya, Senin (12/7/2021) ketegangan terjadi antara China dan AS di perairan ini. Militer China mengatakan telah mengusir kapal perang AS yang masuk secara 'ilegal' ke perairan negeri.
Melansir Reuters, wilayah itu berada di dekat Kepulauan Paracel. China menyebut kapal Angkatan Laut AS, Benfold, memasuki wilayah mereka tanpa persetujuan Beijing.
"(Itu) melanggar kedaulatan dan merusak stabilitas Laut China Selatan," kata komando teater selatan China, dikutip Selasa (13/7/2021).
"Kami mendesak AS menghentikan tindakan provokatif seperti itu."
AS sendiri menegaskan memiliki hak navigasi di Kepulauan Paracel secara hukum internasional. Ini sudah diputuskan Pengadilan internasional di 2016.
Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag memang telah memutuskan wilayah itu sebagai perairan internasional dan tidak mengakui klaim China. Selain China, wilayah itu juga diklaim Taiwan dan Vietnam.
(sef/sef)