
Lama Molor, Proyek LRT Jabodebek Bengkak Triliunan Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Proyek Light Rapid Transit (LRT) Jabodebek mengalami keterlambatan karena terhambat pengadaan tanah. Target pengoperasian proyek ini molor hingga 2022 dari target sebelumnya Juli 2019.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan kondisi ini mengakibatkan target pengoperasian mundur dan terjadi peningkatan biaya proyek alias membengkak.
"Atas keterlambatan ini terdapat peningkatan biaya proyek yang diestimasi sebesar Rp 2,7 triliun yang saat ini sudah diaudit oleh BPKP (Badan Pengawas Keuangan Pembangunan)," kata pria yang biasa disapa Tiko ini dalam RDP Komisi VI, Kamis (8/7/2021).
Peningkatan biaya proyek berasal dari peningkatan biaya pra-operasi, biaya interest During Construction (IDC) dan lainnya, sehingga dibutuhkan Penyertaan Modal Negara (PMN) lagi untuk mendorong percepatan pembangunan proyek ini.
Tiko menjelaskan penambahan PMN ini sudah diajukan oleh Kementerian Keuangan sebesar Rp 2,7 triliun untuk tambahan ekuitas ke LRT. Diusulkan melalui penambahan PMN ini ke KAI selaku operator kereta ini.
"Dalam Perpres mengenai LRT disampaikan bahwa apabila terjadi keterlambatan pembebasan lahan maka itu menjadi tanggung jawab dari pemerintah untuk menambah ekuitas kepada KAI, ini kita sudah ajukan juga rasanya sudah disepakati Kementerian Keuangan, dalam penambahan ekuitas terhadap proyek LRT ini," jelasnya.
"Dan ini sedang kita urus baik LRT maupun KCIC untuk penambahan di 2021 maupun di 2022," jelasnya.
Tiko menjelaskan progres pembangunan proyek LRT Jabodebek sudah 74%. Pembangunan jalur dan stasiun sudah hampir selesai semua, hanya menunggu pembangunan Depo LRT di Bekasi Timur. Adapun total investasi awal proyek LRT membengkak sebesar Rp 29,9 triliun.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Siap-Siap! Agustus 2022 LRT Jabodebek Resmi Mondar-Mandir