Alternative Minimum Tax

Dear Bu Sri Mulyani, Perusahaan Rugi Bisa Dipajaki Asalkan..

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
05 July 2021 07:40
Organisation for Economic Co-operation and Development OECD
Foto: Organisation for Economic Co-operation and Development (iisd.org)

Bagi pelaku usaha, pengenaan AMT bukanlah solusi yang ideal untuk menggenjot penerimaan pajak negara, karena memiliki efek kontraproduktif terhadap investasi di Indonesia dalam jangka panjang. Pasalnya, perusahaan tak selalu mencetak keuntungan, terutama di tahun-tahun awal investasi.

Sebut saja perusahaan petrokimia, yang memerlukan waktu setidaknya 5 tahun untuk masa konstruksi sehingga otomatis belum menghasilkan keuntungan. Umumnya, perusahaan dengan nilai investasi besar memang baru membukukan laba bersih pada tahun kelima atau keenam, apalagi jika perusahaan itu bergerak di industri hilir yang padat modal dan teknologi.

Dalam Naskah Akademik RUU KUP yang beredar, pemerintah sebenarnya telah mafhum dengan efek samping AMT yang kontraproduktif tersebut. "Meskipun AMT mendukung penerimaan negara karena adanya jaminan pembayaran pajak dari setiap WP, ide ini juga bisa menjadi kontraproduktif," tulis Kemenkeu.

Mengacu pada Amerika Serikat (AS), skema AMT mendorong perusahaan-perusahaan di sana merekalkulasi ulang manfaat dan biaya jika berinvestasi di AS dibandingkan dengan negara lain, dan memicu relokasi. Akibatnya, hal tersebut justru tidak sejalan dengan tujuan pemerintah untuk memperkuat basis perekonomian.

Oleh karenanya, pemerintah harus menyiapkan skema yang tepat agar kebijakan AMT tidak berujung pada kaburnya investasi asing ke negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, karena mereka harus membayar pajak meski baru memulai usaha atau dibelit kerugian di Indonesia.

Sejauh ini, pemerintah menyiapkan skema insentif bagi perusahaan yang baru memulai usaha, berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 150/PMK.010/2018, di mana penerima insentif diperluas, dari 153 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KLBI) menjadi 163 KLBI.

Keputusan mendapat insentif atau tidak juga dipercepat, dari semula 45-125 hari kerja menjadi paling lama hanya 5 hari kerja. Aturan tentang keputusan terkait insentif tersebut harus terbit paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diajukan. Selain itu, nilai minimum investasi juga diturunkan menjadi Rp500 miliar dan berlaku umum.

Para penerima insentif pun bakal mendapat tax holiday sebesar 50% dari tarif PPh selama 2 tahun sejak selesainya masa berlaku insentif tersebut. Dengan PMK ini, maka investor bakal bisa memulai usaha di Indonesia dengan pembebasan Pph sesuai ketentuan, sekalipun AMT berlaku.

Namun, jangan berharap AMT saja cukup untuk mengatasi praktik transfer pricing. Masih ada pekerjaan besar yang harus dibenahi pemerintah Indonesia, baik melalui inisiatif multilateral melalui OECD, maupun penguatan kapasitas Direktorat Jenderal Pajak sendiri dalam audit pajak.

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular