Blak-blakan Anak Buah Luhut Soal Rencana RI Pensiunkan PLTU

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
02 July 2021 11:25
Perjalanan PLN Pensiunkan PLTU Batu Bara
Foto: Infografis/ Perjalanan PLN Pensiunkan PLTU Batu Bara/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menghentikan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang tidak efisien. Hal ini dilakukan dalam upaya penurunan emisi karbon dan bisa mencapai target Indonesia nol emisi pada 2060.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto membeberkan strategi penghentian PLTU batu bara.

Dia menegaskan, akan ada proses transisi dan dipastikan tidak mengganggu pasokan listrik kepada masyarakat dan bisnis batu bara masih bisa tetap berjalan.

"Kita targetkan untuk transisi ini smooth, kita tidak mau ada disrupsi yang signifikan. Kita pastikan suplai listrik dalam negeri juga stabil," kata Seto dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Kamis (1/7/2021).

"PLTU yang akan dipensiunkan itu yang efisiensinya rendah, menggunakan teknologi lama, utilisasi rendah, itu yang kita targetkan," tambahnya.

Seto menjelaskan, proses transisi yang dilakukan juga masih membutuhkan waktu. Menurutnya, bukan berarti semua PLTU batu bara langsung dihentikan dan digantikan oleh pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan.

"Kita pastikan suplai listrik stabil, karena misalkan pindah langsung ke renewable energy seperti solar (surya) atau wind power, itu tidak bisa serta merta bisa ganti langsung ke sana seluruhnya. Ada transisinya yang membuat perusahaan tambang batu bara masih bisa berproduksi," katanya.

Menurut Seto, proses transisi ini masih bisa memberikan napas bagi perusahaan tambang batu bara untuk berproduksi. Apalagi, lanjutnya, melihat permintaan juga masih tinggi, khususnya ekspor ke negara Asia Selatan dan Asia Timur.

"Demand batu bara masih solid. Kita juga tidak mungkin transisi seketika mengikuti pola negara maju. Ini harus disesuaikan. Terkait pertambangan batu bara ini saya pikir tidak perlu khawatir," katanya.

Sebelumnya, PT PLN (Persero) berencana menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara sebagai upaya menuju netral karbon (carbon neutral) pada 2060.

Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN, mengatakan menuju netral karbon di 2060 ini, PLN akan mulai menggantikan PLTU dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 1,1 Giga Watt (GW) pada 2025 mendatang.

"Kami bangun time line, yakni 2025-2030 sudah haramkan PLTU baru, bahkan diharapkan di 2025 ada replacement (penggantian) PLTU dan PLTMG dengan pembangkit listrik EBT," paparnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/05/2021).

Setelah itu, pihaknya menargetkan akan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap I dengan kapasitas mencapai 1 GW pada 2030. Lalu, dilanjutkan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap II dengan kapasitas 9 GW pada 2035. Dan pada 2040 ditargetkan bisa mempensiunkan PLTU Supercritical sebesar 10 GW.

Sementara PLTU Ultra Supercritical tahap I ditargetkan bisa dipensiunkan pada 2045 sebesar 24 GW dan PLTU Ultra Supercritical terakhir sebesar 5 GW bisa dipensiunkan pada 2055.

Indonesia sudah mendapatkan komitmen dukungan dari Amerika Serikat guna mendorong pengurangan emisi karbon. Tapi tidak hanya dari Negeri Paman Sam, RI juga terbuka untuk bantuan pendanaan dari negara lain.

"Satu hal yang kita dorong adalah bisa mendapatkan dukungan pendanaan internasional untuk mempensiunkan PLTU batu bara yang tidak efisien, menggunakan teknologi yang sudah lama, dan emisinya besar," kata Seto.

Dukungan untuk mengurangi emisi karbon juga datang dari China. Dia mengatakan, saat pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan pemerintah China beberapa waktu lalu juga dibahas rencana China untuk berpartisipasi dalam penurunan emisi karbon Indonesia.

Dia mengatakan, China tertarik untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon.

"Kemarin waktu ke Tiongkok dengan Pak Menko juga dibicarakan dengan pemerintah China, kita lihat banyak sekali minat dari luar negeri berpartisipasi dalam carbon trading platform," katanya.

"Waktu di Singapura mereka membentuk bursa saham karbon emisi ini. Indonesia juga diajak berpartisipasi. Tapi sebelum berpartisipasi dalam carbon trading yang dijual beli, minimal target kita di pengurangan emisi sampai 29% di 2030 minimal tercapai," katanya.

Selain itu, upaya lainnya untuk mengurangi emisi karbon yakni dengan cara meningkatkan investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT).

Dia mengatakan, beberapa negara Timur Tengah juga sudah melirik investasi sektor EBT di Indonesia, seperti Uni Emirat Arab, dan juga Arab Saudi.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular