Anak Buah Luhut Buka-Bukaan Strategi RI Pensiunkan PLTU

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menghentikan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara yang memiliki emisi tinggi dan tidak efisien. Hal ini dilakukan dalam upaya penurunan emisi karbon.
Rencana ini diperkirakan akan turut berdampak pada keberlangsungan pertambangan batu bara di dalam negeri.
Lantas, bagaimana strategi pemerintah untuk mengantisipasi hal ini?
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto pun membeberkan strategi penghentian PLTU batu bara. Dia menegaskan, ada proses transisi untuk mempesiunkan PLTU batu bara, sehingga nantinya tidak mengganggu pasokan listrik kepada masyarakat dan bisnis batu bara masih bisa berjalan.
"Kita targetkan untuk membuat transisi ini smooth, kita tidak mau ada disrupsi yang signifikan. Kita pastikan suplai listrik dalam negeri juga stabil," kata Seto dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Kamis (1/7/2021).
"PLTU yang akan dipensiunkan itu yang efisiensinya rendah, menggunakan teknologi lama, utilisasi rendah, itu yang kita targetkan," tambahnya.
Seto menjelaskan, proses transisi yang dilakukan juga masih membutuhkan waktu. Menurutnya, bukan berarti semua PLTU batu bara langsung dihentikan dan digantikan oleh pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan.
"Kita pastikan suplai listrik stabil, karena misalkan pindah langsung ke renewable energy seperti solar (surya) atau wind power, itu tidak bisa serta merta bisa ganti langsung ke sana seluruhnya. Ada transisinya yang membuat perusahaan tambang batu bara masih bisa berproduksi," katanya.
Menurut Seto, proses transisi ini masih memberikan napas bagi perusahaan tambang batu bara untuk berproduksi. Apalagi, lanjutnya, melihat permintaan juga masih tinggi, khususnya ekspor ke negara Asia Selatan dan Asia Timur.
"Demand batu bara masih solid. Kita juga tidak mungkin transisi seketika mengikuti pola negara maju. Ini harus disesuaikan. Terkait pertambangan batu bara ini saya pikir tidak perlu khawatir," katanya.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) berencana menghentikan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara sebagai upaya menuju netral karbon (carbon neutral) pada 2060.
Darmawan Prasodjo, Wakil Direktur Utama PLN, mengatakan menuju netral karbon di 2060 ini, PLN akan mulai menggantikan PLTU dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 1,1 Giga Watt (GW) pada 2025 mendatang.
"Kami bangun time line, yakni 2025-2030 sudah haramkan PLTU baru, bahkan diharapkan di 2025 ada replacement (penggantian) PLTU dan PLTMG dengan pembangkit listrik EBT," paparnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/05/2021).
Setelah itu, pihaknya menargetkan akan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap I dengan kapasitas mencapai 1 GW pada 2030.
"Di 2030 retirement (pensiun) subcritical tahap pertama 1 GW," imbuhnya.
Lalu, dilanjutkan mempensiunkan PLTU Subcritical tahap II dengan kapasitas 9 GW pada 2035. Dan pada 2040 ditargetkan bisa mempensiunkan PLTU Supercritical sebesar 10 GW.
Sementara PLTU Ultra Supercritical tahap I ditargetkan bisa dipensiunkan pada 2045 sebesar 24 GW dan PLTU Ultra Supercritical terakhir sebesar 5 GW bisa dipensiunkan pada 2055.
"Retirement PLTU Ultra Supercritical secara bertahap bisa dilaksanakan dari 2045-2056, dan pada akhirnya bisa mencapai carbon neutral pada 2060," ujarnya.
[Gambas:Video CNBC]
Belum Punah, PLN Tambah 13.819 MW PLTU Batu Bara Hingga 2030
(wia)