Gambaran Pajak Hari Ini: Pembayarnya Yaaa Lu Lagi Lu Lagi!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
29 June 2021 10:54
Infografis: Simak! Tarif Baru Pajak Perusahaan & Orang Kaya Berlaku 2022
Foto: Infografis/Simak! Tarif Baru Pajak Perusahaan & Orang Kaya Berlaku 2022/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, saat ini tren peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia belum diiringi tren peningkatan rasio perpajakan.

Rasio pajak, kata Sri Mulyani bahkan mengalami penurunan. Struktur perpajakan belum berubah dalam 10 tahun terakhir.

"Peningkatan pendapatan per kapita dalam kurun waktu 1998 sampai 2020 belum diiringi tax ratio," jelas Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, dikutip Selasa (29/6/2021).

Tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan perpajakan dengan produk domestik bruto (PDB) dalam persen. Artinya, rasio pajak memberi gambaran tentang kemampuan negara menarik pajak dari penghasilan tahunan.

Peningkatan pendapatan per kapita belum secara optimal diiringi dengan peningkatan tax ratio. Padahal seperti diketahui, PDB Indonesia per kapita selalu meningkat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2020, PDB atas dasar harga berlaku mencapai Rp 15.4342,2 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp 56,9 juta atau US$ 3.911,7.

Berdasarkan pengelompokan negara pendapatan perkapita menurut Bank Dunia, Indonesia masuk ke dalam Negara Pendapatan Menengah ke Bawah.

Untuk diketahui, Bank Dunia membuat klasifikasi negara berdasarkan pendapatan nasional bruto (Gross National Income/Produk Domestik Bruto) per kapita dalam empat kategori, yaitu: Low Income (US$ 1.035), Lower Middle Income (US$ 1.036 - US$ 4,045), Upper Middle Income (US$ 4.046 - US$ 12.535) dan High Income (>US$12.535).

Sri Mulyani menjelaskan, rendahnya tax ratio Indonesia karena beberapa hal.

"Informality tinggi, masih banyak pelaku ekonomi belum masuk di dalam sistem dan insentif/fasilitas perpajakan, dan tingkat kepatuhan yang masih relatif rendah," jelas Sri Mulyani.

Tax ratio Indonesia, kata Sri Mulyani bahkan relatif lebih rendah dibanding negara G20 dan ASEAN. Sehingga harus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan perekonomian.

Di negara OECD (2008-2018), kontribusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan iuran jaminan sosial (social security contributions) mengalami peningkatan sebagai dampak dari reformasi pajak pasca global financial crisis (GFC).

Sri Mulyani memandang kontribusi pajak sektoral bervariasi dan sektor yang under-taxed harus dioptimalkan.

Dia merinci, sektor pertanian dan konstruksi dan real estate kontribusi pajaknya masih relatif rendah, hal ini karena adanya kebijakan exemption dan rezim pajak final.

Diketahui sejak 2015, jenis sektor pajak manufaktur terhadap PDB, pada 2015 sebesar 5,7%, berlanjut menjadi 4,7% pada 2016, dan berturut-turut dari 2017 hingga 2019 yakni 4,6%, 4,4%, dan 4,2%.

Kemudian kinerja pajak sektor manufaktur bergerak fluktuatif dalam kurun waktu 2015-2019. Pada 2015 sektor ini menyumbang 11,9% terhadap PDB, kemudian pada 2016 turun tipis menjadi 11,3$. Pada 2017-2018 berturut-turut naik dari 12,3% ke 12,6%, dan turun menjadi 11,6% pada 2019.

"Rasio pajak sektor manufaktur cenderung turun, namun masih relatif tinggi," jelas Sri Mulyani.

Adapun sektor perdagangan kinerjanya meningkat. Pada 2015 rasio pajak jenis ini terhadap PDB sebesar 10,5%, kemudian turun menjadi 10% pada 2016. Lalu 2017 naik menjadi 11,3% dan 12,5% pada 2018. Namun pada 2019 turun menjadi 12%.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Ungkap Penyebab Pembayar Pajak RI Itu-itu Saja

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular