Alasan Sri Mulyani Otak-atik Pajak Sembako Hingga Sekolah!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 June 2021 17:25
INFOGRAFIS, Ini Faktanya Ekonomi RI Membaik
Foto: Infografis/ Ekonomi RI Membaik/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berkomitmen untuk menerapkan tarif rasional dengan skema multi tarif untuk pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada produk-produk barang dan jasa tertentu.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (28/6/2021).

Perubahan struktur PPN terjadi karena beberapa alasan. Pertama C-Efficiency PPN Indonesia sebesar 63,58% yang artinya pemerintah hanya bisa mengumpulkan 63,58% dari total PPN yang seharusnya bisa dipungut.

Kedua, terlalu banyak pengecualian atas barang dan jasa. Kini ada 4 kelompok barang dan 17 kelompok jasa serta terlalu banyak fasilitas seperti PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut sehingga menyebabkan distorsi dan terjadinya ketimpangan kontribusi sektor usaha pada PDB dan PPN DN.

Ketiga, tarif PPN 10% jauh lebih rendah dari tarif rata-rata dunia 15,4%. Apalagi dalam satu tahun terakhir, beberapa negara menaikkan tarif PPN seperti Arab Saudi, Belgia, Yunani, Turki hingga Bulgaria. Keempat, sistem tarif tunggal kurang mencerminkan keadilan.

Dalam produk barang dan jasa yang banyak dikonsumsi masyarakat, kata Sri Mulyani akan dikenakan dengan tarif PPN yang lebih rendah, atau bahkan bebas dari PPN.

"Terutama untuk kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dikenakan dengan PPN tarif lebih rendah dari tarif normal atau dapat juga tidak dipungut PPN bagi masyarakat yang tidak mampu, dan dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi," jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani menekankan, bagi basis penerapan perpajakan di dalam RUU perubahan revisi kelima UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) harus berbasiskan pajak yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.

Dia pun mengajak mitra Komisi XI bukan hanya untuk dalam perpajakan sebagai sumber penerimaan, tapi juga bisa diabsorbsi dari sisi belanja dan seluruh instrumen di dalam APBN.

"Sekali lagi disini kita bisa menggunakan tangan subsidi yaitu belanja Negara di dalam APBN dan tidak menggunakan tangan PPN-nya. Ini menjadi sesuatu di dalam rangka untuk compliance maupun untuk memberikan targeting yang lebih baik," tuturnya.

Oleh karena itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebut bahwa PPN multi tarif dinaikkan dari 10 menjadi 12%, namun pihaknya juga memperkenalkan kisaran tarif 5% sampai dengan 25%.

"Kemudahan dan kesederhanaan PPN dalam hal ini seperti penerapan GST, yaitu PPN untuk barang kena pajak atau jasa kena pajak tertentu dengan tarif tertentu yang dihitung dari peredaran usaha. Ini untuk simplifikasi karena banyak aspirasi untuk penerapan GST di Indonesia," tambahnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahan Emosi, Ide Sri Mulyani Sebenarnya Soal Pajak Sembako

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular