Jakarta, CNBC Indonesia - Pernyataan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait limit kartu kredit korporat hingga Rp 30 miliar telah menjadi perbincangan publik sejak pekan lalu. Ahok pun membuat kebijakan penghapusan pemberian kartu kredit korporat dari level manajer hingga direksi dan komisaris Pertamina.
Tak sedikit orang yang kaget dan bahkan tak percaya dengan pernyataan tentang limit kartu kredit Ahok tersebut, termasuk sejumlah mantan pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Salah satu reaksi datang dari Mantan Menteri BUMN 2011-2014 Dahlan Iskan. Dahlan mengaku terkejut dengan informasi tersebut. Bahkan, dia menilai limit kartu kredit sebesar Rp 30 miliar itu tak masuk akal.
"Pak Ahok ngomong gitu (30 m)? Gak salah kutip?" ungkapnya kepada CNBC Indonesia saat ditanya bagaimana pendapatnya tentang fasilitas kartu kredit korporat Pertamina yang diterima Ahok mencapai Rp 30 miliar.
"Takutnya saya komentar nanti ternyata salah kutip. Gak masuk akal soalnya," imbuhnya, Jumat (18/06/2021).
Perlu diketahui, CNBC Indonesia telah menanyakan terkait limit kartu kredit Pertamina kepada Ahok, bahkan hingga dua kali. Ahok pun dengan pasti menjawab Rp 30 miliar.
"Iya, Komisaris Utama dengan limit Rp 30 miliar," kata Ahok kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/06/2021).
Dahlan yang sempat menjabat sebagai Direktur Utama PT PLN (Persero) 2009-2011 pun menceritakan pengalamannya.
Dahlan bercerita, saat dirinya menjabat Direktur Utama PLN, dirinya tidak menggunakan kartu kredit perusahaan. Dia hanya menggunakan kartu kredit pribadi dan uang pribadi.
"Waktu saya Dirut PLN, saya tidak pakai kartu kredit perusahaan. Saya pakai kartu kredit pribadi dan uang pribadi. Direksi boleh minta kartu kredit perusahaan, tapi hanya boleh untuk 1 keperluan: membayar makan kalau lagi makan dengan tamu yang kita undang," tuturnya.
Dia mengatakan, kartu kredit perusahaan tidak boleh digunakan untuk keperluan lainnya, termasuk untuk hotel, golf, maupun tiket pesawat.
"Tidak boleh untuk yang lain. Tidak boleh untuk hotel, golf, tiket pesawat," ujarnya.
Dia pun menilai, fasilitas kartu kredit korporat ini tidak masalah selama plafonnya wajar dan ada kontrol yang ketat.
"Kartu kredit perusahaan gak masalah asal ada plafon yang wajar dan kontrol yang keras dari bagian keuangan. Maka mancari Direktur Keuangan yang super cerewet itu paling penting di BUMN," tandasnya.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2006-2009, Ari Soemarno, turut buka suara terkait fasilitas kartu kredit korporat Pertamina. Kepada CNBC Indonesia, Ari menyebut bahwa limit kartu kredit korporat Pertamina saat dirinya menjabat sebagai Direktur Utama yakni tertinggi mencapai Rp 500 juta untuk level direksi dan komisaris.
"Waktu aku Dirut untuk pertama kali diputuskan untuk beri Corp. Credit Card (CCC) dari level Manager sampai ke level Direksi dan Komisaris. Limitnya tergantung posisinya, tertinggi adalah dieksi dan komisaris yaitu Rp 500 juta," bebernya kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/06/2021).
Dia mengatakan, tujuan dari fasilitas kartu kredit korporat ini yaitu agar untuk perjalanan dinas dan hiburan klien tidak perlu minta uang muka terlebih dahulu.
Namun menurutnya, peraturan penggunaannya cukup ketat untuk setiap level. Penggunaan kartu kredit korporat ini pun dilarang untuk menalangi pengeluaran pribadi.
"Pertanggung jawabannya juga ketat, di mana harus membuat expense report/ laporan pertanggungjawaban setiap akhir bulan yang di-approve dua atasannya dan kalau terlambat bisa diblokir dan dicabut dan kalau digunakan bukan untuk keperluan dinas, dikasih peringatan dan dipotong gajinya," jelasnya.
Dia mengatakan, ada batasan pengeluaran dinas untuk setiap level, misalnya untuk penginapan, makan, transportasi, dan hiburan. Tapi, kalau untuk direksi, dia mengakui tidak ada batasannya.
"Kalau direksi memang tidak ada batasan untuk pengeluaran kebutuhan dinas, tapi juga harus buat expense report dan validasinya harus ditandatangani oleh dua anggota direksi. Dengan demikian, akuntabilitasnya jelas," ungkapnya.
"Dirut saja waktu saya menjabat harus juga buat expense report yang diverifikasi oleh Wakil Dirut dan satu direksi lain," ujarnya.
Ari pun menilai bila kini limitnya hingga Rp 30 miliar, namun tidak dilaporkan dengan jelas dan akuntabel, maka ini tentunya merupakan sesuatu yang tidak benar.
"Kalau memang batasnya sekarang (Rp) 30 miliar dan tidak pakai expense report ya aneh dan gak benerlah," pungkasnya.
Begitu pun dengan uang representatif direksi yang juga disebut Ahok. Dia mengatakan, saat dirinya menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina tidak ada uang representasi.
Menurutnya, gaji direksi sudah cukup tinggi dan pengeluaran untuk perjalanan dinas dan hiburan akan diganti sepenuhnya sesuai laporan pengeluaran (expense report) yang telah diverifikasi oleh dua direksi lain.
"Gaji direksi kan saya kira saat ini sudah Rp 300 jutaan. Kalau masih dapat uang representasi ditambah pengeluaran kartu kredit yang tinggi, ya kok enak banget dan sepertinya berlebihan," ungkapnya.
Komisaris Utama PLN Amien Sunaryadi pun turut mengungkapkan besaran limit fasilitas kartu kredit korporat yang diterima manajemen PLN.
Kepada CNBC Indonesia, dia mengungkapkan bahwa direksi PLN menerima fasilitas kartu kredit korporat dengan limit sebesar Rp 75 juta.
"Fasilitas kartu kredit di PLN, direksi ada, limit @75 juta IDR (rupiah)," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Sabtu (19/06/2021).
Namun, untuk dewan komisaris, imbuhnya, tidak menerima fasilitas kartu kredit korporat tersebut.
"Dekom (Dewan Komisaris) tidak ada," ujarnya yang juga merangkap sebagai Komisaris Independen PLN.