Saudi Buka Suara Terpilihnya Ebrahim Raisi Jadi Presiden Iran

Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
24 June 2021 10:15
Supporters of Iranian president-elect Ebrahim Raisi celebrate after he won the presidential election in Tehran, Iran, Saturday, June 19, 2021.   Initial results released Saturday propelled Raisi, a protege of the country's supreme leader, into Tehran’s highest civilian position. The vote appeared to see the lowest turnout in the Islamic Republic’s history.  (AP Photo/Ebrahim Noroozi)
Foto: Pendukung presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi merayakan setelah ia memenangkan pemilihan presiden di Teheran, Iran, Sabtu, 19 Juni 2021. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ebrahim Raisi akhirnya terpilih menjadi Presiden Iran. Ia berhasil mengalahkan ketiga lawannya dan mengamankan jabatan kedua tertinggi di negara itu hingga empat tahun ke depan.

Hal ini tentu diharapkan membawa dinamika baru dalam hubungan Iran dengan rival terbesarnya di Timur Tengah, Arab Saudi. Dengan terpilihnya Raisi, negara yang dipimpin Raja Salman Bin Abdulaziz Al Saud ini mulai buka suara.

Melalui Menteri Luar Negerinya, Riyadh menyatakan akan menilai pemerintahan Presiden Ebrahim Raisi berdasarkan "kenyataan yang akan terjadi di lapangan." Mereka menilai nantinya kebijakan luar negeri Teheran akan tetap dijalankan oleh pemimpin tertinggi Iran.

"Dari sudut pandang kami, kebijakan luar negeri di Iran bagaimanapun juga dijalankan oleh pemimpin tertinggi [Ayatollah Ali Khamenei]," kata Menlu Saudi Pangeran Faisal bin Farhan dikutip Arab News, Kamis (24/6/2021).

"Dan oleh karena itu kami mendasarkan interaksi dan pendekatan kami ke Iran pada kenyataan di lapangan, dan itulah yang akan kami nilai untuk pemerintahan baru, terlepas dari siapa yang bertanggung jawab," jelasnya.

Lebih lanjut, dia juga menyuarakan keprihatinannya bahwa kesepakatan nuklir Iran belum menemui konsensus yang bulat.

Saudi bersama beberapa sekutunya di Negara Teluk terus terus menekan Iran atas program nuklirnya, yang membuat ancaman bahwa nuklir ini akan digunakan sebagai bentuk pengembangan senjata. Namun Teheran sepenuhnya mengklaim nuklir ini untuk tujuan damai.

Selain itu Saudi juga mengecam segala macam proxy Iran yang ditempatkan di beberapa negara dan menyerang fasilitas minyak Riyadh dan pangkalan militer. Terbaru, Maret lalu fasilitas minyak Saudi Ras Tanura mendapatkan serangan dari Pemberontak Houthi Yaman yang didukung oleh Iran.

Sementara itu, Raisi, yang merupakan figur garis keras anti Barat, menyatakan pada hari Senin (21/6/2021) lalu bahwa ia menginginkan agar hubungan Teheran dan Negara Teluk lainnya membaik.

Disisi lain, perundingan mengenai program nuklir Iran masih berlangsung di Wina, Austria. Hingga saat ini, para negosiator dari seluruh pihak masih terus merundingkan pengembalian Iran ke dalam kesepakatan nuklir Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA).

Para negosiator mengatakan mereka "lebih dekat" untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir itu tetapi masih ada poin-poin tertentu yang harus diselesaikan.

"Kami semakin dekat dengan kesepakatan tetapi kami masih belum sampai di sana", ujar Enrique Mora yang memimpin tim negosiator UE sebagaimana dikutip AFP.

Sementara itu utusan Iran, Wakil Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi, juga mengatakan masih ada permasalahan utama yang harus diselesaikan para pihak terkait.

"Kami hampir mencapai akhir, tetapi sisa jalan, seperti yang saya katakan sebelumnya, tidak akan mudah," katanya kepada televisi pemerintah.

"Saya berharap dan berpikir bahwa jika pihak lain dapat membuat keputusan mereka, kami Insya Allah dapat mencapai kesepakatan yang kami tuntut dan akan menguntungkan" ke Iran, tambahnya.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemimpin Garis Keras Ebrahim Raisi Bakal Jadi Presiden Iran

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular