RI Pilih PPKM Lagi Ketimbang Lockdown, Nggak Ada Uang?

Maikel Jefriando, CNBC Indonesia
24 June 2021 06:50
Pernyataan Kepala Negara Presiden RI Jokowi terkait Penanganan Covid-19 Terkini, Istana Bogor, 23 Juni 2021. (Biro Pers Kepresidenan RI)
Foto: Pernyataan Kepala Negara Presiden RI Jokowi terkait Penanganan Covid-19 Terkini, Istana Bogor, 23 Juni 2021. (Biro Pers Kepresidenan RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pernyataan soal tingginya kasus Covid-19 yang terjadi belakangan.

Jokowi telah menerima banyak masukan, dari beberapa pihak sampai pemberlakuan kembali PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga lockdown.

Namun, Kepala Negara mengungkapkan kebijakan yang diambil masih tetap PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dengan skala mikro.

"Kita masih harus hadapi ujian berat menghadapi cobaan berat karena beberapa hari terakhir wabah Covid-19 kembali merebak, meningkat, juga adanya varian baru yang lebih mudah menular," papar Jokowi dalam Channel Youtube Resmi Sekretariat Negara, Rabu (23/6/2021).

"Pemerintah telah menerima banyak masukan dan tentunya kami menyambut baik setiap masukan baik pribadi kelompok atau masyarakat termasuk usulan untuk memberlakukan kembali PSBB dan lockdown mengingat lonjakan kasus yang positif yang sangat pesat," tegas Jokowi.

Jokowi mengatakan, memang terjadi peningkatan tingkat keterisian tempat tidur. Walaupun begitu, pemerintah pun akhirnya mengambil kebijakan yang masih sama seperti sebelumnya.

"Pemerintah telah mempelajari berbagai opsi penanganan covid dengan perhitungkan kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi politik di negara kita dan juga pengalaman dari negara lain."

"Dan pemerintah telah memutuskan PPMK Mikro masih menjadi kebijakan paling tepat untuk hentikan laju penularan hingga ke tingkat desa atau langsung ke akar masalah yaitu komunitas," tegas Jokowi.

NEXT >> Biaya Lockdown Mahal

Usulan lockdown kembali menggema dari publik saat kasus positif covid-19 melonjak drastis di tanah air. Publik tidak begitu yakin kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro ketat yang dijalankan pemerintah bisa efektif.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu sempat menyampaikan, biaya yang ditanggung tidak murah. Untuk DKI Jakarta saja dibutuhkan Rp 550 miliar per hari. Jabodetabek berarti bisa tiga kali lipat dari biaya tersebut.

Pada sisi lain, kondisi geografis dan mobilitas penduduk di Indonesia tidak cocok dengan pola lockdown. Sehingga dikhawatirkan, kas negara habis namun covid juga tidak teratasi.

"Untuk Jakarta saja, pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar. Hanya Jakarta saja. Kalau Jabodetabek tiga kali lipat. Itu per hari," kata Jokowi saat itu.

"Jadi dalam memutuskan setiap negara itu beda-beda. Karena karakternya beda, tingkat kesejahteraannya beda, tingkat pendidikan beda, tingkat kedisiplinan berbeda, geografis berbeda, kemampuan fiskal berbeda. Nggak bisa kita disuruh meniru negara lain," lanjutnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 219 triliun per Mei 2021.

Realisasi defisit tersebut melebar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 179,6 triliun. Juga lebih besar dibandingkan defisit APBN pada April 2021 yang mencapai Rp 138,1 triliun atau setara dengan 0,83% dari PDB.

"Sampai dengan Mei 2021 defisit APBN Rp 219 triliun atau 1,32% dari PDB," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Selasa (22/6/2021).

Defisit itu dikarenakan jumlah belanja jauh lebih tinggi dari penerimaan negara. Di mana, realisasi penerimaan negara pada Mei 2021 sebesar Rp 726,5 triliun. Terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 558,9 triliun dan PNBP sebesar Rp 167,6 triliun.

Kemudian dari sisi belanja, sebesar Rp 945,7 triliun. Angka tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 647,6 triliun, termasuk di dalamnya adalah belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 369,8 triliun dan belanja non K/L sebesar Rp 287,9 triliun.

Kemudian, realisasi pembiayaan juga bengkak menjadi Rp 309 triliun. Adapun SILPA Mei 2021 sebesar Rp 90 triliun, yang diklaim Sri Mulyani lebih efisien dibandingkan Mei 2020 yang sebesar Rp 178,5 triliun.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular