
Petani Tolak Dikaitkan Permintaan Tambah Impor Gula Rafinasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mengatur impor dan produksi gula melalui Peraturan Menteri Perindustrian nomor 3 tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional. Hal ini dilakukan agar gula hasil petani tebu dalam negeri bisa terserap seluruhnya.
Namun, baru-baru ini, petani tebu dan pelaku usaha UMKM di Jawa Timur ramai-ramai melakukan unjuk rasa terkait Permenperin tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) Soemitro Samadikoen membantah bahwa unjuk rasa itu dilakukan oleh petani tebu. Ia menilai petani tidak keberatan dengan adanya ketentuan impor gula tersebut.
"Lah aneh, gula petani sendiri nggak laku kok minta kuota impor. Anehnya lagi untuk apa petani ngurusin UMKM? Lalu kenapa UMKM di Jatim saja yang ribut, sementara UMKM di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang jauh lebih besar kok tenang-tenang aja. Ada apa ini?" katanya Selasa (15/6/2021).
Menurutnya, gerakan unjuk rasa dan protes yang dilakukan di Jawa Timur murni bukan dari petani dan UMKM. Justru saat ini fokus APTRI adalah meningkatkan kesejahteraan petani tebu dengan cara meningkatkan harga jual tebu dan kualitas tebu.
"Bukan mengurusi isu penambahan kuota impor dan nasib UMKM," katanya.
Ia menegaskan APTRI menolak penambahan impor dan pendirian pabrik gula rafinasi di Jawa Timur. Apalagi dalam kondisi Covid-19 ini, gula rafinasi telah bocor ke pasar konsumsi dan mengakibatkan kondisi gula petani terpukul.
Dengan situasi ini, jika kuota impor gula rafinasi ditambahkan dan dibangun pabriknya di Jawa Timur maka kondisi petani akan lebih sengsara lagi.
"Petani akan lebih sengsara lagi," tegasnya.
Pada permenprin di atas pabrik dapat berproduksi sesuai dengan bidangnya. Untuk Pabrik gula rafinasi hanya memproduksi Gula Kristial Rafinasi (GKR) untuk memasok kebutuhan industri makanan, minuman dan farmasi.
Lalu pabrik gula berbasis tebu juga hanya memproduksi gula kristal putih (GKP) yang dipasok untuk kebutuhan gula konsumsi atau masyarakat umum. Pabrik gula rafinasi tidak boleh memproduksi GKP untuk konsumsi, pabrik gula basis tebu tidak boleh memproduksi gula industri atau GKR.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya bicara soal Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional.
Agus mengatakan, Permenperin 3/2021 memiliki arah yang jelas yaitu untuk membuat adanya pemisahan antara gula rafinasi untuk industri dan gula tebu untuk konsumsi.
Hal ini perlu ditekankan Agus guna merespons maraknya isu miring yang mengatakan Permenperin 3/2021 hanya menguntungkan segelintir pelaku usaha, dan bertolak belakang dengan semangat Presiden Jokowi soal keberpihakan terhadap para pelaku UMKM dan industri rumahan.
Agus mengungkap awal mula dibentuknya pabrik gula rafinasi sebelum 2010. Pembentukan pabrik gula rafinasi ini dilakukan untuk mempermudah industri makanan dan minuman (Mamin) mendapatkan bahan baku. Agus melanjutkan, kala itu kebun tebu nasional belum memadai sementara kebutuhan industri mamin terus bertumbuh.
Kondisi tersebut yang pada 2010 dijadikan dasar dalam terbentuknya pabrik gula rafinasi yang berjumlah 11 perusahaan. Dari 11 pabrik tersebut saat ini total kapasitas produksinya mencapai 5 juta ton. Pun, hingga hari ini utilisasi baru menyentuh angka 65% atau terpakai produksi sekitar 3 juta ton.
"Jika tidak melakukan demarkasi (pemisahan) ini pabrik gula rafinasi tidak akan pernah optimal, begitu pula sebaliknya," terangnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cegah Kekurangan Stok, Impor Gula untuk Industri Sudah Keluar