Internasional

Sengit! Biden 'Hasut' Presiden Negara G-7 Lawan Xi Jinping

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
12 June 2021 17:16
FILE - In this Dec. 4, 2013, file photo, Chinese President Xi Jinping, right, shakes hands with then U.S. Vice President Joe Biden as they pose for photos at the Great Hall of the People in Beijing. As Americans celebrate or fume over the new president-elect, many in Asia are waking up to the reality of a Joe Biden administration with decidedly mixed feelings. Relief and hopes of economic and environmental revival jostle with needling anxiety and fears of inattention. The two nations are inexorably entwined, economically and politically, even as the U.S. military presence in the Pacific chafes against China’s expanded effort to have its way in what it sees as its natural sphere of influence. (AP Photo/Lintao Zhang, Pool, File)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menekan para pemimpin negara-negara G-7 untuk mengambil langkah-langkah konkret guna melawan pengaruh global China yang meningkat saat pertemuan KTT G-7 pada Sabtu ini (12/6).

Grup 7 atau G-7 adalah negara-negara yang terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Britania Raya, dan AS. Uni Eropa juga diwakili di G-7

Dalam pertemuan yang diselenggarakan di Inggris, Biden akan fokus menggandeng sekutu untuk memerangi Covid-19, hingga membahas China dan Rusia. Selain itu, agenda lain yakni pembahasan mengenai perubahan iklim, perkuatan rantai pasokan global, dan memastikan pihak negara-negara Barat mempertahankan keunggulan teknologinya atas China, ekonomi terbesar kedua di dunia.

Langkah ini merupakan salah satu inisiatif infrastruktur global yang dikampanyekan dengan tagline: Bangun Kembali Lebih Baik untuk Dunia.

Pemerintah China di bawah Presiden Xi Jinping telah mengembangkan rute darat dan laut antara Asia Timur dan seluruh dunia selama hampir satu dekade.

Para kritikus pun menuduh negara komunis itu juga berusaha memanfaatkan investasi tersebut untuk membangun tatanan politiknya dan mencegah kritik terhadap kepemimpinan dan institusi pemerintah China.

Rencana pertemuan G-7 yang baru ini juga akan membahas pendanaan AS untuk infrastruktur luar negeri, melalui lembaga-lembaga seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Pemerintahan Biden juga berencana bekerja dengan Kongres AS untuk meningkatkan kontribusi AS pada Perangkat Pembiayaan Pembangunan G-7.

"Harapannya, bersama dengan mitra G-7, sektor swasta dan pemangku kepentingan lainnya, kami akan segera secara kolektif mengkatalisasi ratusan miliar dolar dalam investasi infrastruktur untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah yang membutuhkannya," kata seorang senior administrasi yang tidak disebutkan namanya seperti dikutip CNBC International, Sabtu (12/6/2021).

Para pembantu pemerintahan Biden bersikeras bahwa proyek pendanaan itu bukan tentang membuat negara-negara memilih antara AS dan China.

"Ini tentang menawarkan visi dan pendekatan alternatif yang afirmatif yang ingin mereka pilih," kata seorang pejabat administrasi kedua kepada wartawan saat briefing pada Jumat.

"Apa yang kami promosikan adalah agenda positif dan percaya diri yang berfokus pada mengumpulkan negara-negara lain yang berbagi nilai-nilai kami pada masalah yang paling penting," kata pejabat itu.

Tugas paling menantang Biden pada pertemuan Sabtu ini adalah meyakinkan para pemimpin G-7 untuk mengambil tindakan nyata untuk mengatasi apa yang disebut AS sebagai "genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan" yang dilakukan China terhadap mayoritas Muslim Uyghur di Provinsi Xinjiang.

Biden akan mengambil pendekatan yang lebih diplomatis untuk menekan para pemimpin G-7 guna mengutuk perlakuan China terhadap Uyghur.

Biden berargumen bahwa penggunaan tenaga kerja paksa Uighur oleh China mewakili persaingan ekonomi yang tidak adil.

"Kami percaya praktik ini merupakan penghinaan terhadap martabat manusia dan contoh mengerikan dari persaingan ekonomi tidak adil China. Intinya adalah untuk mengirimkan peringatan bahwa G-7 serius dalam membela hak asasi manusia, dan bahwa kita perlu bekerjasama untuk memberantas kerja paksa dari produk kita," kata seorang pejabat pemerintah.

Meski begitu, tidak ada jaminan bahwa Biden dapat meyakinkan mitra G-7 lainnya untuk mengambil tindakan nyata.

"Tidak semua anggota G-7 "bersedia untuk bersikap konfrontatif terhadap China seperti yang diminta Washington," kata Denny Roy, seorang rekan senior di East-West Center, kepada The South China Morning Post.

Sebagian besar lebih suka memiliki hubungan ekonomi yang konstruktif sambil diam-diam menentang praktik China tertentu.

Bahkan Jepang, yang awalnya skeptis terhadap China, ragu-ragu untuk menandatangani sanksi terhadap China atas perlakuan buruk terhadap Uyghur di Xinjiang.

Pada hari ke-2 KTT, masih belum jelas apakah China akan disebutkan namanya dalam pernyataan publik yang akan dikeluarkan para pemimpin G-7.

"Kami mendorong untuk menjadi spesifik di daerah-daerah seperti Xinjiang, di mana perbudakan paksa terjadi dan di mana kami harus mengekspresikan nilai-nilai kami sebagai G-7," kata seorang pejabat senior Biden selama briefing.

"Tetapi terlalu dini untuk mengatakan apa yang akan berakhir di [komunike] final."

Meski begitu, China mengawasi pertemuan G-7 dengan cermat, dan awal pekan ini juru bicara pemerintah di Beijing membahas rencana AS untuk menempatkan China di depan dan di tengah agenda G-7.

Pertemuan G-7 selesai pada Minggu, setelah itu Biden akan melakukan perjalanan ke Brussels, di mana ia akan menghadiri pertemuan puncak NATO pada Senin (14/6).

Di sana AS juga akan mengadvokasi strategi untuk melawan pengaruh global China.

Seorang pejabat pemerintahan Biden mengatakan KTT itu akan menandai pertama kalinya negara-negara NATO akan mengatasi tantangan keamanan dari China secara langsung dalam sebuah komunike.

Namun, diperkirakan Biden akan menghadapi beberapa tantangan yang sama di Brussel seperti yang ia hadapi di Inggris yakni keengganan banyak negara Eropa untuk mempertaruhkan hubungan ekonomi mendalam mereka dengan Beijing atas tindakan memfitnah dan dugaan pelanggaran hak asasi manusianya.


Tags
Loading...
Loading...
Loading...
Recommendation
  • 1.
    Loading...
  • 2.
    Loading...
  • 3.
    Loading...