Internasional

Awas Krisis di Depan Mata: Utang, 'Bom' Inflasi, Bubble China

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 June 2021 07:30
besi dan baja china
Foto: abrik Baja dan Besi Guofeng yang telah dinonaktifkan dan sebuah gedung apartemen yang sedang dibangun di Tangshan, provinsi Hebei, REUTERS/Thomas Peter

Ancaman ketiga kini berasal dari China. Harga aset properti di China yang terus merangkak naik menimbulkan kekhawatiran bahwa real estate buble bakal meletus dan memicu krisis. Sebagai perekonomian terbesar kedua di dunia tentu saja dampak krisis di China jika terjadi akan dirasakan oleh negara-negara lain.

Pertumbuhan ekonomi China boleh saja mentereng. Namun sekali lagi ini menjadi bukti bahwa pertumbuhan tidak selalu disertai dengan stabilitas. Economic boom di China justru membuat spekulasi di sektor properti berkembang.

Harga rumah di Negeri Panda konsisten tumbuh terus dan tak pernah turun terutama sejak tahun 2015. Rasio harga rumah terhadap pendapatan masyarakat di China mencapai 133 kali. Bayangkan betapa mahalnya harga sepetak rumah di China.

Kenaikan harga properti cenderung membuat kredit yang disalurkan ke sektor ini pun meningkat. Para pengembang pun agresif melakukan ekspansi dengan menerbitkan surat utang. Masalahnya, laju gagal bayar surat utang di China terus tumbuh. Pada kuartal pertama tahun ini tercatat sebanyak 27% dari total hampir US$ 15 miliar gagal bayar (default) surat utang disumbang oleh surat utang pengembang properti.

Memang fenomena bubble tidak harus langsung diikuti dengan burst dalam waktu singkat. Namun yang pasti pada suatu titik harga sudah tidak bisa naik lagi karena permintaan akan turun ketika harga sudah kemahalan. Di saat itulah gelembung tadi pecah dan menimbulkan krisis. Jepang pada tahun 1990-an dan AS pada 2008 silam sudah mengalaminya. Kini ancaman tersebut mulai mengintai China.

Di sini kita melihat bahwa ancaman-ancaman tadi dapat membuat krisis ekonomi global terjadi. Negara-negara berkembang akan cenderung memiliki risiko tinggi ketika menghadapinya. Dampak dari krisis akan cenderung memperlebar kesenjangan tensi geopolitik.

Menariknya lagi krisis itu dipicu oleh perilaku para pelaku ekonomi itu sendiri. Pemerintah dan bank sentral pun dengan kebijakannya seringkali hanya menyelesaikan permasalahan jangka pendek yang sifatnya akut. Namun di sisi lain juga menimbulkan risiko untuk jangka panjangnya.

Well, masa depan tetaplah sulit diprediksi. Namun ketika berbicara dalam konteks perekonomian, siklus boom & bust adalah hal yang lazim. Meskipun kita semua tidak tahu kapan pastinya krisis akan terjadi. Namun setidaknya kita sudah tahu rambu-rambunya. Jadi be prepared!

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular