Internasional

Awas Krisis di Depan Mata: Utang, 'Bom' Inflasi, Bubble China

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 June 2021 07:30
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Tingginya rasio utang terhadap pendapatan nasional (PDB) adalah buntut dari krisis kesehatan tahun lalu. Bahkan di tahun 2021 yang temanya adalah pemulihan ekonomi pun pemerintah di berbagai negara masih harus membiarkan defisit anggarannya tetap besar. Artinya masih akan ada peningkatan utang.

Menurut laporan Institute of International Finance (IIF), per akhir Desember 2020 baik pemerintah, pengusaha maupun konsumen telah menambah utang sebanyak US$ 24 triliun untuk menambal turunnya pendapatan yang tajam. Sehingga total utang global mencapai US$ 281 triliun atau setara dengan 355% PDB dunia.

Fantastis bukan? Tentu saja! Itu akhir tahun 2020. Tahun ini utang diperkirakan masih akan naik lagi. Utang yang terlalu tinggi menjadi kekhawatiran banyak pihak. Perdebatan di sana-sini terus bergulir apakah risiko gagal bayar (default) akan memicu krisis selanjutnya dengan rasio utang yang sudah sebegitu tingginya.

Melihat utang hanya dari rasio terhadap PDB saja adalah hal yang sangat menyesatkan. Rasio utang yang tinggi tidak selalu berbuntut pada gagal bayar bunga dan pokok utang negara terhadap kreditornya. Lihat saja AS dan negara-negara maju yang rasio utangnya sangat tinggi relatif terhadap pendapatan nasionalnya.

Namun dalam konteks utang kita juga harus melihat hal lain di luar besarannya seperti tingkat suku bunga, profil jatuh tempo serta dalam mata uang apa utang tersebut berdenominasi. Jangan lupa juga untuk apa utang tersebut digunakan ya agar bisa melihat lebih bijak kemampuan bayar kewajiban utang dari pemerintah.

Bagi negara-negara kaya yang mata uangnya menjadi reserves currency, rasio utang yang tinggi walau problematik tetapi risikonya lebih rendah bagi negara-negara emerging market yang mata uangnya cenderung volatil (soft currency). Salah satunya adalah Indonesia.

Jadi kalaupun terjadi krisis karena utang, apalagi utang pemerintah (negara) maka yang lebih berisiko tinggi adalah negara-negara berkembang dan miskin yang anggaran serta transaksi berjalannya defisit.

Krisis utang di negara berkembang bakal menjalar ke negara berkembang lain. Namun bukan berarti efeknya domino karena default melainkan lewat jalur finansial. Biasanya investor akan meminta bunga lebih tinggi untuk mengkompensasi risiko tersebut yang pada akhirnya hal ini akan membuat anggaran pemerintah ikut tertekan.

Jadi soal ancaman utang yang memicu krisis memang ada. Namun tidak seragam di semua negara dengan negara-negara miskin dan berkembanglah yang risikonya relatif lebih tinggi.

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular