Duh, Tak Cuma Sekali Jokowi Marah Soal Pungli & Preman!

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
11 June 2021 10:51
Presiden Jokowi Tinjau Stasiun LRT

Jakarta, CNBC Indonesia - Belasan sopir kontainer tampak duduk rapi di satu sudut, di antara kontainer yang bertumpuk di perbatasan Dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas Koja, Kamis (10/6/2021).

Mereka menanti kedatangan Presiden Jokowi yang hendak berdialog dengan mereka. Jokowi sendiri memang sengaja menyempatkan diri bertemu dengan para sopir untuk mendengar langsung keluhan yang mereka alami.

Agung Kurniawan, seorang sopir kontainer lantas mengacungkan tangan dan menyampaikan keluh kesahnya selama menjadi sopir kontainer. Pria kelahiran Ngawi, 38 tahun silam ini menjelaskan bahwa para sopir kontainer kerap menjadi sasaran tindak premanisme.

"Begitu keadaan macet, itu di depannya ada yang dinaiki mobilnya, naik ke atas mobil bawa celurit atau nodong begitu, itu enggak ada yang berani menolong, Pak. Padahal itu depan, belakang, samping, kanan itu kan kendaraan semua, dan itu orang semua, dan itu sangat memprihatinkan," ujar Agung.

Hal ini diamini oleh rekannya sesama sopir kontainer, Abdul Hakim, yang menyebut bahwa kemacetan merupakan penyebab para preman bisa leluasa menjalankan aksinya.

"Kalau mungkin lancar, ini mungkin tidak ada, Pak. Jadi ini kendala kita ini kemacetan aslinya, Pak. Jadi kami mohon kepada Bapak Presiden, bagaimana solusi ini ke depannya, kami. Karena kami, Pak sakit hati sebenarnya, Pak kalau dibilang sakit hati. Saya kira begitu. Tidak ada kenyamanan untuk sopir kami, sopir-sopir yang mengemudi di Tanjung Priok," keluhnya.

Selain soal premanisme, Abdul Hakim juga menceritakan soal banyaknya pungutan liar di sejumlah depo. Depo sendiri adalah tempat meletakkan kontainer yang sudah dipakai atau mengambil kontainer yang akan dipakai shipping line. Menurutnya, para karyawan depo sering meminta imbalan berupa uang tip agar laporannya bisa diproses segera.

"[Mereka] itu meminta imbalan lah, kalau enggak dikasih kadang diperlambat. Itu memang benar-benar, seperti Fortune, Dwipa, hampir semua depo rata-rata. Itu Pak. Yang sekarang itu yang saya perhatikan itu yang agak-agak bersih cuma namanya Depo Seacon dan Depo Puninar, agak bersih sedikit. Lainnya hampir rata-rata ada pungli, Pak," beber pria berusia 43 tahun tersebut.

"Jadi contoh, Pak. Kita kan bawa kontainer nih, kosongan lah atau pun mau ambil (dalam keadaan) kosongan. Nah, kita laporan, kan. Diambillah. Itu harus ada uang tip, ia bilang 'Boleh, ya?' atau lima ribu. Paling kadang-kadang lima belas ribu, ada yang dua puluh ribu. Itu, kalau enggak dikasih, ya masih dikerjakan cuma diperlambat. Alasannya, 'Yang sana dulu, yang ada duitnya' katakan saya begitu, tapi kalau mereka itu enggak mau ngomong, Pak. Jadi begitu kira-kira, Pak pungli di dalam depo itu, Pak," ungkapnya.

Mendengar cerita para sopir kontainer, Jokowi lantas memanggil ajudannya, Kolonel Pnb. Abdul Haris. Rupanya, kepala negara meminta ia menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melalui telepon.

"Pak Kapolri selamat pagi. Enggak, ini saya di Tanjung Priok, banyak keluhan dari para driver kontainer yang berkaitan dengan pungutan liar di Fortune, di NPCT 1, kemudian di Depo Dwipa. Pertama itu. Yang kedua, juga kalau pas macet itu banyak driver yang dipalak preman-preman. Keluhan-keluhan ini tolong bisa diselesaikan. Itu saja Kapolri," tanya.

instruksi tersebut langsung ditindaklanjuti. Kapores Metro Jakarta Utara Kombes Guruh Arif Darmawan mengatakan setidaknya aparat kepolisian berhasil meringkus 24 orang terduga pelaku pungli yang diamankan di dua lokasi berbeda.

Halaman Selanjutnya >> Praktik Pungli Masih Marak Terjadi



Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko beberapa waktu lalu mengaku masih menemukan adanya praktik suap dan pungutan liar pada layanan publik, kendati pemerintah telah meluncurkan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

"Masih terjadi suap dan pungli dalam perizinan dan layanan publik, serta belum baiknya integritas sebagian oknum penegak hukum," kata Moeldoko.

Bahkan, praktik pungutan liar beberapa waktu terungkap dalam proses penyaluran bantuan Covid-19. Hal ini terungkap dari pemantauan yang dilakukan Indonesian Corruption Watch (ICW).

Berdasarkan hasil pemantauan ICW terhadap proses distribusi bansos menunjukkan terjadinya dugaan penyimpangan tersebut di 13 daerah. Dari 239 aduan yang masuk, pungutan liar sebesar Rp 10 ribu hingga Rp 300 rinu menjadi kasus terbanyak dengan persentase 19,25%.

DKI Jakarta, bahkan disebut menjadi daerah dengan rapor terburuk dengan total 41 aduan atau terbanyak dibandingkan negara lain. Bahkan ironisnya, penyimpangan diduga dilakukan oleh oknum di level RT/RW yang notabene paling tahu kondisi warga yang terdampak pandemi.

Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengaku telah menerima laporan tersebut. Tak hanya itu, pihaknya juga sudah melakukan investigasi hingga dan bahkan menjatuhkan sanksi ke pelakunya.

"Bansos sembako dipastikan bisa sampai harusnya cuma kalau sudah lewat RT/RW. Nah, ini kemungkinan ada oknum RT/RW yang membagikan tidak sama rata atau mendistribusikan tidak amanah," jelasnya.

Halaman Selanjutnya >>>>> Bukan Sekali Jokowi Gerap Soal Pungli

Menelisik ke belakang, persoalan pungli sudah menjadi perhatian Jokowi dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, persoalan ini kerap digaungkan dalam setiap acara rapat koordinasi antar daerah.

Pada 2016 misalnya, Jokowi sempat melontarkan kekesalannya di depan para kepala daerah. Kepala negara mengaku jengkel lantaran kasus pungutan liar dan sulitnya perizinan masih marak terjadi.

"Keluhan soal pungli masih banyak ke saya. Ini persoalan yang harus diselesaikan. Pungli telah membuat masyarakat kita susah untuk mengurus sesuatu," katanya kala itu.

Jokowi meminta kepada kepala daerah agar tidak melihat kasus pungli dari besaran pungutannya. Menurutnya, berapapun pungutannya, tindakan tersebut harus dibasmi hingga ke akarnya.

"Apapun yang berkaitan dengan pungutan tidak resmi, mulai kurangi dan hilangkan. Kalau kita bersatu padu, operasi Saber Pungli bisa efektif," jelasnya.

Satu tahun kemudian, Jokowi kembali dibuat geram lantaran masih adanya praktik pungli. Jokowi angkat bicara perihal Operasi Tangkap Tangan (OTT) Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat Samudra Sejahtera di Samarinda.

"Kita melihat Rp 6,1 miliar itu adalah angka yang besar dan pasti itu sudah dilihat lama. Itu yang ketahuan lho ya. Hati-hati saya ingatkan," tegasnya.

Jokowi kemudian mengingatkan seluruh instansi pemerintah untuk tetap menjaga kualitas layanan publik tetap baik. Praktik tersebut, kata dia, diharapkan bisa ditindak tegas.

"Saya ingatkan semuanya hati-hati, layani dengan baik, layani dengan cepat karena yang namanya sapu bersih pungli itu bekerja," katanya.

Terakhir di 2019, Jokowi kembali menggaungkan persoalan praktik pungli. Kali ini, Jokowi bahkan mengeluarkan sikap yang tegas dengan menyatakan siap "menghajar' habis para pelaku pungli.

"Hati-hati, ke depan saya pastikan akan saya kejar, saya kontrol, saya cek dan saya hajar kalau diperlukan," tegasnya.

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular