
Sembako Kena PPN, Ekonomi RI Bisa Balik Resesi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Adanya wacana pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada produk kebutuhan pokok atau sembako menimbulkan kekhawatiran akan membuat ekonomi bisa kembali resesi.
Seperti diketahui, pada kebijakan sebelumnya yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017, sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok bebas dari tarif PPN.
Barang tersebut meliputi beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.
Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berapandangan, jika PPN dikenakan untuk barang-barang sembako, dampaknya negatif ke perekonomian akan sangat besar.
Dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar dan diterima CNBC Indonesia, ada tiga skema tarif yang kemungkinan akan diterapkan.
Ketiga tarif tersebut diantaranya tarif umum PPN sebesar 10%, tarif paling rendah sebesar 5%, dan paling tinggi 25%. Mengacu pada draft revisi RUU KUP tersebut, kemungkinan tarif PPN untuk sembako paling rendah adalah 5%.
"Karena 5% hanya satu barang, sementara kebutuhan pokok itu kan dari data BPS hampir 60%. Ini dampaknya luar biasa, pasti terjadi inflasi di saat jangka pendek. Karena ada kenaikan harga barang, otomatis masyarakat akan mengurangi konsumsinya secara bertahap," jelas Tauhid saat berbincang dengan CNBC Indonesia, dikutip Jumat (11/6/2021).
Di tengah krisis ekonomi karena Covid-19 belum stabil, kata Tauhid, turunnya permintaan barang, akan berdampak terhadap pelaku usaha, karena mereka akan menyesuaikan dengan biaya produksi dan dipastikan ada cost yang dikurangi. Sehingga tidak menutup kemungkinan, bisa kembali terjadinya PHK massal.
"Pasti terjadi efisiensi. Pengurangan ini terjadi di pengalaman Covid-19 (tahun lalu), mulai dari efisiensi biaya market, pengurangan tenaga kerja itu paling banyak terjadi."
"Ada PHK, bisa sangat mungkin. Apalagi sebelumnya tidak ada (PPN untuk sembako), menjadi ada. Itu kan beda, apalagi ini kebutuhan pokok. Volume akan sangat menentukan dan pengaruhnya ke ekonomi besar banget," jelas Tauhid.
Imbasnya, lanjut Tauhid, akan menurunkan konsumsi masyarakat turun, dan Produk Domestik Bruto (PDB) RI bisa kembali ke zona negatif.
"Menurut saya, produk-produk sembako harus bebas PPN. Kalau dikenakan, bukan hanya menyasar kelompok menengah atas, menengah bawah kena semua. Asumsinya, karena peningkatan daya beli tidak terlalu signifikan, kemiskinan pasti akan meningkat," kata Tauhid melanjutkan.
Sampai dengan kuartal I-2021 Indonesia masih terjebak di jurang resesi. Ada kemungkinan ekonomi tumbuh 8% pada kuartal II berdasarkan perkiraan pemerintah.
Senada juga diungkapkan oleh Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet. Dia mengasumsikan semua list dari kelompok bahan baku terkena PPN. Ini semakin mendukung argumen yang mengatakan bahwa kenaikan PPN akan menahan laju konsumsi masyarakat.
"Karena kalau kita lihat listnya hampir semua list kebutuhan pokok masyarakat, yang umum dikonsumsi masyarakat setiap hari. Karena dikenakan PPN maka harganya berpotensi mengalami peningkatan, maka potensi penurunan konsumsi bisa terjadi," jelas Yusuf.
Di sisi lain, kenaikan harga ini bisa pula ikut berdampak pada kenaikan inflasi, karena bahan makanan merupakan salah satu penyumbang utama dari inflasi umum.
Kenaikan inflasi perlu diwaspadai jika terjadi di saat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dan kenaikan signifikan maka tentu akan berdampak pada tantangan pemerintah dalam upayanya. "Misalnya menurunkan tingkat kemiskinan," tutur Yusuf.
Kendati demikian, baru-baru ini Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengklaim, tarif rendah dalam skema multi tarif ini tidak dikenakan untuk setiap jenis kebutuhan pokok. Terutama untuk kebutuhan pokok seperti beras dan minyak bisa dikenakan PPN hanya 1%.
Pasalnya, saat ini PPN final 1% berlaku atas barang hasil pertanian tertentu. Maka tidak menutup kemungkinan skema ini bisa digunakan untuk barang sembako.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Adil Mana, Wagyu dan Daging Biasa Pajaknya Sama atau Berbeda?